Ricuh di Kanjuruhan 11 Mei 2025: Saat Fanatisme Melampaui Ukhuwah, Di Mana Letak Hati Nurani Kita sebagai Muslim?

muslimX
By muslimX
3 Min Read

Malang, 11 Mei 2025 – Stadion Kanjuruhan kembali dibuka, harapan akan semangat baru pun membuncah. Namun alih-alih diwarnai sorak sorai kemenangan, justru bentrokan antar suporter Arema dan Persik Kediri mewarnai awal pertandingan setelah stadion kanjuruhan beristirahat selama tiga tahun. Sebuah stadion yang menyimpan duka mendalam tragedi 2022 seharusnya menjadi titik muhasabah bersama, bukan tempat mengulang luka yang belum sembuh.

Saat suporter Kediri datang menggunakan bus. Batu dilempar ke bus suporter tamu, kaca pecah, luka pun terjadi. Situasi memanas, aparat berjaga. Namun, semua ini menghadirkan pertanyaan besar dalam hati: Apakah kita telah lupa bahwa Islam mengajarkan ukhuwah, kasih sayang, dan menjaga nyawa lebih mulia daripada memenangkan ego kelompok?

Dalam Islam, menjaga keamanan jiwa adalah kewajiban utama. Allah berfirman dalam (QS. Al-Ma’idah: 32)

“Barangsiapa membunuh satu jiwa (tanpa alasan yang dibenarkan), maka seolah-olah ia telah membunuh seluruh manusia”

Bukankah sudah cukup pelajaran dari tragedi Kanjuruhan pada 2022? Sebanyak 135 nyawa melayang, kebanyakan adalah anak-anak muda yang hanya ingin menonton pertandingan. Islam tidak pernah membenarkan fanatisme yang membabi buta, apalagi jika berujung pada kekerasan dan kehilangan jiwa.

Fanatisme dalam mendukung tim bola, jika tidak dibarengi akhlak, akan menjadi fitnah bagi umat. Rasulullah, telah mengingatkan:

“Bukan dari golongan kami siapa yang menyeru kepada fanatisme, bukan dari golongan kami siapa yang berperang karena fanatisme, dan bukan dari golongan kami siapa yang mati karena fanatisme.” (HR. Abu Dawud)

Suporter sejatinya adalah penjaga atmosfer damai dan persaudaraan, bukan penyulut amarah. Apakah layak kita menyebut diri Aremania atau pecinta sepak bola, jika dalam hati masih menyimpan dendam dan niat mencelakai saudara sesama manusia?

Ukhuwah Islamiyah mengajarkan bahwa sesama Muslim adalah saudara. Tidak selayaknya kita melukai bahkan mencederai hanya karena beda klub. Bahkan dalam peperangan pun Islam menuntun untuk berlaku adil dan tidak melampaui batas, apalagi dalam olahraga yang seharusnya menumbuhkan semangat positif.

Jika masih ada yang berkata: “Ini sudah biasa di dunia suporter,” maka perlu kita renungkan kembali: Apakah kita ingin terus mewariskan kebiasaan dosa kepada generasi setelah kita?

Karena sejatinya, suporter yang baik bukan hanya yang lantang menyanyi, tetapi yang menjaga keamanan saudara-saudaranya. Dalam Islam, setiap muslim adalah penanggung jawab atas lingkungan dan keselamatan orang di sekitarnya.

Maka, bagi warga Malang khususnya umat Islam yang mencintai Arema, mari merenung sejenak: Apakah kita ingin stadion kembali menjadi tempat tragedi? Apakah layak kebanggaan terhadap klub bola membuat kita menghalalkan kekerasan?

Jika jawabannya tidak, maka sudah saatnya kita mendukung dengan adab dan akhlak. Jika belum mampu menahan diri, maka saran terbaik: Tontonlah pertandingan dari rumah, atau alihkan kegembiraan ke tempat lain daripada pulang membawa luka, bahkan kehilangan nyawa. Karena dalam Islam, nyawa manusia lebih berharga daripada kemenangan sebuah pertandingan.

Share This Article