muslimx.id – Meski masa jabatannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah usai kini kembali menjadi sorotan tajam publik. Sebuah narasi yang kian ramai di media sosial dan ruang diskusi publik menyebutkan bahwa Jokowi akan dikenang bukan sebagai pemimpin visioner, melainkan sebagai “presiden pembohong”. Banyak janji kampanye yang dianggap tak ditepati, mulai dari pemberantasan korupsi, netralitas dalam pemerintahan, hingga ketegasan dalam menghadapi oligarki.
Kekecewaan ini meluas tak hanya dari kalangan oposisi, tetapi juga dari sebagian pendukung awalnya. Isu ini memunculkan pertanyaan lebih mendalam: Bagaimana Islam memandang pemimpin yang tidak jujur? Apa dampaknya bagi masyarakat dan kepemimpinan itu sendiri?
Islam dan Amanah dalam Kepemimpinan
Dalam Islam, kepemimpinan adalah amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Seorang pemimpin bukan hanya bertugas mengatur urusan rakyat, tapi juga menjadi teladan dalam akhlak dan kejujuran.
Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis ini, kepemimpinan bukanlah kehormatan, melainkan beban pertanggungjawaban. Lebih dari sekadar mengelola negara, pemimpin wajib menjaga integritas, karena ketidakjujuran bukan hanya merusak kepercayaan rakyat, tapi juga menjadi sumber kebinasaan sosial.
Janji yang Diingkari, Dosa yang Ditanggung
Salah satu kritik terbesar terhadap Jokowi adalah ketidaksesuaian antara janji dan kenyataan. Dalam Islam, janji adalah sesuatu yang sangat serius. Rasulullah SAW menempatkan pelanggaran janji sebagai salah satu ciri munafik:
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila diberi amanah ia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini tidak hanya menjadi pengingat personal, tapi juga menjadi dasar penilaian moral terhadap kepemimpinan. Jika seorang presiden, yang memiliki kekuasaan besar sering mengingkari janji atau menyampaikan pernyataan yang bertolak belakang dengan fakta, maka ia bukan hanya gagal secara pemimpin, tapi juga secara moral dan spiritual.
Kritik Bukan Kebencian, Tapi Tanggung Jawab
Mengkritik pemimpin dalam Islam bukanlah tindakan yang dilarang selama dilakukan dengan niat untuk perbaikan (islah), bukan kebencian pribadi. Dalam sejarah Islam, para ulama seperti Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Nawawi mengingatkan pentingnya menasihati pemimpin, terutama jika mereka menyimpang dari keadilan dan kebenaran.
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Agama itu adalah nasihat.”
Kami bertanya: “Untuk siapa, ya Rasulullah?”
Beliau bersabda: “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan untuk pemimpin kaum Muslimin serta rakyatnya.” (HR. Muslim)
Maka ketika publik bersuara lantang menyebut Jokowi sebagai “pembohong”, itu bukan semata ekspresi kemarahan, tapi juga bagian dari tanggung jawab kolektif umat untuk menjaga amanah kepemimpinan tetap berada di jalur yang lurus.
Pemimpin yang Dikenang, Bukan karena Kekuasaan, Tapi karena Akhlak
Sejarah Islam mencatat bahwa pemimpin agung seperti Umar bin Khattab dikenang bukan karena istana megah atau kebijakan populis, melainkan karena kejujuran, keberpihakan pada rakyat, dan rasa takutnya kepada Allah.
Sebaliknya, pemimpin yang tercatat sebagai pembohong, zalim, dan penuh tipu daya, dalam sejarah akan dikenang dengan kehinaan, tak peduli sebesar apapun kekuasaan yang pernah dimilikinya.
Ketika seorang presiden meninggalkan warisan kontroversial berupa ingkar janji dan citra yang dinilai tidak jujur, Islam memberikan peringatan keras. Bukan hanya rakyat yang menuntut pertanggungjawaban, tapi Allah pun kelak akan memintanya secara lebih berat di akhirat.
Dunia boleh mencatat seseorang sebagai “pemimpin sukses” secara pembangunan fisik, tetapi Islam menilai keberhasilan sejati berdasarkan kejujuran, amanah, dan ketakwaan, tiga hal yang harus selalu menjadi dasar dalam memimpin umat.
Artikel ini bukan sekadar kritik, tetapi refleksi moral dalam bingkai Islam. Pemimpin datang dan pergi, tetapi kebenaran dan akhlak adalah nilai abadi yang akan terus menjadi ukuran di dunia maupun akhirat.