muslimx.id – Di tengah maraknya kasus korupsi yang terus mencoreng wajah penegakan hukum dan moralitas bangsa, menanamkan nilai-nilai antikorupsi sejak usia dini menjadi hal yang sangat penting. Pendidikan antikorupsi bukan hanya tanggung jawab sekolah atau negara, tetapi juga peran besar keluarga, khususnya orang tua, dalam membentuk karakter dan integritas anak-anak mereka sejak dalam rumah.
Anak-anak adalah cerminan masa depan bangsa. Apabila mereka tumbuh dengan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan amanah, maka Indonesia ke depan akan memiliki generasi yang lebih bersih, transparan, dan berorientasi pada kebenaran. Karena itulah, pendidikan moral dan etika, termasuk sikap antikorupsi, harus mulai diajarkan sejak anak-anak memahami perbedaan antara benar dan salah.
Dalam konteks Islam, korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum negara, tetapi juga termasuk ke dalam perbuatan zalim dan dosa besar. Islam menekankan pentingnya kejujuran, amanah (menjaga kepercayaan), dan menjauhi harta haram. Allah SWT dengan tegas memperingatkan dalam Al-Qur’an:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Ayat ini menjadi dalil kuat bahwa mengambil sesuatu yang bukan haknya, apalagi melalui kecurangan atau penyalahgunaan wewenang, adalah bentuk ketidakadilan dan kedurhakaan kepada Allah.
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka neraka lebih layak baginya.” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini menunjukkan bahwa harta hasil korupsi tidak hanya merusak pelaku, tetapi juga keluarga dan keturunannya, karena mereka diberi makan dari harta yang tidak halal. Di sinilah pentingnya membangun kesadaran sejak dini pada anak-anak bahwa hidup dalam kejujuran adalah bagian dari ibadah, sedangkan kecurangan adalah jalan menuju kebinasaan.
Mendidik anak tentang antikorupsi tidak harus selalu dalam bentuk formal atau rumit. Hal-hal sederhana seperti mengajarkan untuk tidak mengambil barang milik teman, jujur saat bermain, tidak mencontek saat ujian, hingga terbiasa mengembalikan uang kembalian yang berlebih, adalah bentuk-bentuk nyata pendidikan integritas.
Orang tua harus menjadi teladan utama. Ketika anak melihat orang tuanya jujur, tidak curang, tidak menerima suap, atau tidak mengambil jalan pintas dalam menyelesaikan masalah, maka mereka akan meniru nilai tersebut secara alami. Demikian pula guru di sekolah, harus memasukkan nilai-nilai integritas dalam kegiatan belajar mengajar, tidak hanya dalam pelajaran agama atau kewarganegaraan, tetapi dalam semua aspek kehidupan sekolah.
Lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah menggagas program pendidikan antikorupsi sejak tingkat PAUD hingga perguruan tinggi. Program ini harus mendapat dukungan nyata dari semua elemen masyarakat, agar tidak berhenti di tataran kebijakan saja, tetapi benar-benar tertanam dalam praktik sehari-hari.
Menanamkan nilai antikorupsi sejak dini sejatinya adalah investasi moral untuk membangun generasi emas Indonesia. Generasi yang tidak tergoda oleh harta haram, tidak terbiasa dengan budaya “asal bisa”, dan selalu menjunjung tinggi nilai kejujuran serta tanggung jawab.
Dengan kombinasi pendidikan moral berbasis agama, keteladanan orang tua dan guru, serta lingkungan sosial yang mendukung, maka anak-anak Indonesia akan tumbuh sebagai pemimpin masa depan yang bersih dan amanah. Mereka tidak hanya takut melanggar hukum, tetapi lebih dari itu: mereka sadar bahwa korupsi adalah pengkhianatan terhadap Tuhan, sesama manusia, dan bangsa.
Jika hari ini kita mulai menanamkan nilai itu dalam hati anak-anak kita, maka kelak kita akan melihat buahnya: Indonesia yang lebih adil, makmur, dan bermartabat, terbebas dari budaya korupsi yang selama ini menggerogoti tubuh negara.