muslimx.id – Peran perempuan dalam rumah tangga Indonesia tidak lagi terbatas sebagai pengurus domestik. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa 1 dari 10 pekerja di Indonesia adalah perempuan yang menjadi pencari nafkah utama dalam rumah tangga mereka. Istilah ini dikenal sebagai female breadwinner, yaitu perempuan yang memiliki penghasilan terbesar atau bahkan menjadi satu-satunya sumber pendapatan keluarga.
Fenomena ini menunjukkan bahwa perempuan Indonesia memainkan peran vital dalam menopang ekonomi keluarga, baik karena faktor ekonomi, kematian pasangan, perceraian, maupun suami yang tidak bekerja.
Fakta dan Data: Perempuan Indonesia sebagai Pekerja Utama
- 10,6% dari rumah tangga di Indonesia memiliki perempuan sebagai pencari nafkah utama.
- Sebanyak 55% dari total tenaga kerja perempuan bekerja di sektor informal dengan upah rendah dan tanpa perlindungan kerja.
- Hingga,sekitar 3,9 juta Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tercatat bekerja di luar negeri, dan lebih dari 70% adalah perempuan, mayoritas sebagai asisten rumah tangga, caregiver, atau pekerja informal lainnya.
- Negara-negara tujuan utama para Tenaga Kerja Wanita (TKW) ini adalah Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, dan Hong Kong.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa jutaan perempuan Indonesia secara aktif menghidupi keluarga mereka, bahkan dari jarak ribuan kilometer, dengan menanggung beban fisik, mental, dan emosional yang tidak ringan.
Pandangan Islam: Apakah Boleh Perempuan Menjadi Tulang Punggung Keluarga?
Dalam Islam, peran utama memberi nafkah memang dibebankan kepada laki-laki, sebagaimana firman Allah dalam:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (QS. An-Nisa: 34)
Namun, Islam juga tidak melarang perempuan untuk bekerja dan mencari nafkah, selama:
- Pekerjaannya halal
- Menjaga kehormatan dan akhlak
- Tidak melalaikan kewajiban utama jika sudah berkeluarga
Perempuan yang bekerja untuk membantu atau bahkan menopang keluarganya, terutama karena keterpaksaan atau keadaan darurat, justru mendapat kedudukan mulia dalam Islam.
Contoh Teladan dari Sejarah Islam: Khadijah RA
Contoh terbaik datang dari Sayyidah Khadijah RA, istri Rasulullah ﷺ, seorang pebisnis sukses dan mandiri secara finansial. Bahkan, di awal dakwah Islam, harta Khadijah-lah yang menopang perjuangan Rasulullah ﷺ.
Khadijah bukan hanya istri Nabi, tapi juga partner dalam perjuangan, baik secara moral maupun material. Ini membuktikan bahwa Islam tidak menolak perempuan yang menopang ekonomi, apalagi jika diniatkan untuk kebaikan keluarga.
Perempuan yang Bekerja Demi Keluarga: Amal yang Besar Pahalanya
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seseorang yang bersusah payah mencari nafkah untuk anak-anaknya adalah seperti orang yang berjihad di jalan Allah.” (HR. Thabrani)
Bila perempuan mengambil peran ini karena keadaan, maka Islam menghitungnya sebagai amal saleh dan bentuk pengorbanan yang sangat dihargai. Bahkan, jika ia menjadi satu-satunya tumpuan keluarga, maka jihadnya di dalam rumah tangga sama beratnya dengan perjuangan di medan tempur.
Perempuan Bekerja Bukan Sekadar Toleransi, Tapi Kehormatan
Realitas sosial hari ini menunjukkan bahwa jutaan perempuan Indonesia menjadi penopang utama keluarga, baik di dalam maupun luar negeri. Islam memandang hal ini dengan bijak dan realistis: memberi ruang bagi perempuan untuk mengambil peran ekonomi selama tidak melanggar prinsip syariat.
Perempuan yang bekerja keras untuk anak-anaknya, orang tuanya, atau keluarganya yang sedang sakit, bukanlah perempuan yang menyimpang dari syariat, tapi pahlawan yang Allah muliakan karena ketulusan dan pengorbanannya.