Pejabat Tak Kompeten, Rakyat yang Tersakiti! Ini Bukti dan Solusinya

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id — Dari birokrasi hingga BUMN, dari kementerian hingga lembaga strategis, masyarakat kini makin resah melihat jabatan-jabatan penting diisi oleh sosok-sosok yang dianggap tidak memiliki kompetensi. Fenomena ini tak hanya menimbulkan kegaduhan publik, tapi juga berisiko merusak sendi-sendi negara.

Baru-baru ini, publik digegerkan oleh pengangkatan pejabat penting yang tak memiliki latar belakang pendidikan maupun pengalaman di bidangnya. Tak heran, keputusan-keputusan yang dihasilkan kerap tidak berdampak nyata, bahkan cenderung merugikan rakyat. Pertanyaannya: Sampai kapan bangsa ini akan terus “bermain-main” dengan jabatan?

Fenomena: Jabatan Jadi Ajang Balas Jasa Kekuasaan?

Fenomena bagi-bagi kursi kekuasaan bukan hal baru. Tapi yang mengkhawatirkan, praktik ini semakin vulgar. Orang yang tidak paham sektor pendidikan ditunjuk memimpin lembaga pendidikan. Tokoh yang tak punya pengalaman hukum, masuk ke lembaga hukum. Bahkan, ada yang belum lulus kuliah, tapi ditunjuk sebagai komisaris.

Akibatnya? Proyek mangkrak. Kebijakan asal-asalan. Anggaran negara terserap tanpa manfaat. Kepercayaan publik merosot drastis.

Sebagian pengamat menilai, ini adalah wujud nepotisme gaya baru: jabatan sebagai kompensasi loyalitas penguasa, bukan karena kapasitas profesional. Padahal, sebuah negara yang sehat dibangun oleh sistem meritokrasi, bukan kroniisme.

Islam Tegas: Jabatan Adalah Amanah, Bukan Hadiah

Dalam pandangan Islam, jabatan adalah amanah berat, bukan privilege apalagi “imbalan kekuasaan”. Rasulullah SAW bersabda:

“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan. Karena jika kamu diberi jabatan tanpa memintanya, maka kamu akan dibantu dalam menunaikannya. Tapi jika kamu diberi karena memintanya, maka kamu akan dibiarkan menanggungnya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis lain, ketika Abu Dzar meminta jabatan, Nabi menolak dengan halus dan bersabda:

“Wahai Abu Dzar, kamu lemah, padahal jabatan itu adalah amanah. Pada hari kiamat, jabatan akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi yang mengambilnya dengan benar dan melaksanakan tugasnya dengan baik.” (HR. Muslim)

Islam dengan tegas menolak penunjukan orang yang tidak layak dalam posisi kepemimpinan. Bahkan dalam sejarah Islam, Khalifah Umar bin Khattab sangat selektif dalam menunjuk pejabat. Beliau memilih mereka yang jujur, amanah, dan ahli di bidangnya.

Bahaya Nyata dari Jabatan yang Salah Tempat

Ketika jabatan dipegang oleh orang yang tak kompeten, dampaknya bukan hanya kesalahan administrasi. Tapi:

  • Keadilan terancam.
    Orang yang salah bisa bebas, yang benar bisa dikriminalisasi.
  • Ekonomi stagnan.
    Kebijakan gagal mengatasi krisis, rakyat menderita.
  • Moral publik rusak.
    Meritokrasi hilang, generasi muda putus asa melihat ketidakadilan.

Dan jika ini dibiarkan, maka negeri bisa benar-benar berada di ujung tanduk kehancuran, bukan karena musuh dari luar, tetapi karena salah urus dari dalam.

Solusi Islam: Profesionalisme, Akuntabilitas, dan Takwa

Islam mendorong setiap pemimpin untuk melibatkan ahlinya. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil…” (QS. An-Nisa: 58)

Ayat tersebut menegaskan dua prinsip: Amanah harus diserahkan kepada yang berhak. Keadilan hanya lahir dari orang yang kompeten dan adil.

Dalam konteks kekinian, ini berarti negara harus menempatkan orang berintegritas dan berkompeten dalam jabatan, bukan hanya yang dekat dengan para pejabat.

Masyarakat perlu sadar bahwa jabatan bukan sekadar posisi, tapi tanggung jawab di dunia dan akhirat. Jika bangsa ini ingin maju, maka setiap posisi strategis harus diisi oleh orang yang layak secara moral dan profesional.

Karena jika tidak, maka sabda Nabi akan menjadi nyata:

“Jika amanah disia-siakan, tunggulah saat kehancurannya.” (HR. Bukhari)

Share This Article