muslimx.id – Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang kita menjumpai kasus seseorang menarik kembali pemberian (hibah) yang telah ia berikan kepada orang lain, baik itu barang, uang, atau aset lainnya. Alasannya bisa bermacam-macam: kecewa, menyesal, atau karena terjadi konflik. Namun, pertanyaannya: Apakah dalam Islam seseorang dibolehkan menarik kembali pemberian yang telah diberikan?
Para ulama memiliki perbedaan pandangan dalam hal ini, terutama antara Mazhab Syafi’i dan Hanafi, dua dari empat mazhab besar dalam fikih Islam.
Makna Hibah dan Pentingnya dalam Islam
Hibah adalah pemberian sukarela dari satu orang kepada orang lain tanpa imbalan apa pun. Islam sangat menganjurkan hibah sebagai bentuk kasih sayang dan kepedulian antar sesama. Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)
Namun, bagaimana jika setelah memberi, seseorang ingin mengambil kembali hibahnya?
Hadis tentang Larangan Menarik Kembali Pemberian
Nabi Muhammad ﷺ secara tegas melarang perbuatan menarik kembali pemberian yang telah diberikan:
“Orang yang menarik kembali pemberiannya seperti anjing yang menjilat kembali muntahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa menarik kembali hibah adalah perbuatan tercela, bahkan disamakan dengan perilaku yang menjijikkan. Namun, para ulama tetap memperinci dalam konteks fikih: Apakah haram secara mutlak, atau ada pengecualian?
Pandangan Mazhab Syafi’i: Tidak Boleh Kecuali Hibah Orang Tua kepada Anak
Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa menarik kembali pemberian tidak diperbolehkan secara umum, kecuali jika pemberi adalah orang tua (ayah) yang memberikan kepada anaknya. Ini berdasarkan pada riwayat:
“Tidak halal bagi seseorang memberikan sesuatu, lalu menariknya kembali, kecuali seorang ayah terhadap apa yang ia berikan kepada anaknya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi)
Kesimpulan Mazhab Syafi’i:
- Haram menarik kembali hibah biasa.
- Boleh bagi orang tua (khususnya ayah) mengambil kembali hibah kepada anaknya, selama tidak zalim dan ada alasan syar’i (misalnya demi kemaslahatan).
Pandangan Mazhab Hanafi: Boleh dengan Syarat
Mazhab Hanafi memiliki pandangan lebih longgar. Dalam mazhab ini, menarik kembali hibah dibolehkan dengan syarat:
- Tidak ada kompensasi (imbalan) dari penerima hibah.
- Barang yang dihibahkan masih ada dan belum rusak atau berpindah kepemilikan.
- Tidak dilakukan dengan cara zalim.
Namun, walaupun secara hukum boleh, hukumnya tetap makruh (dibenci) karena bertentangan dengan etika mulia Islam.
Kesimpulan Mazhab Hanafi:
- Boleh menarik hibah jika belum dimusnahkan, dijual, atau berubah bentuk.
- Tapi tetap makruh, tidak dianjurkan.
Berikanlah dengan Ikhlas, Jangan Sesali Kebaikan
Islam mengajarkan bahwa pemberian adalah bentuk kasih sayang dan keikhlasan. Jika seseorang telah memberi, maka janganlah ia menyesal dan menarik kembali, kecuali dalam kondisi tertentu yang dibenarkan syariat.
“Dan janganlah kamu membatalkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (QS. Al-Baqarah: 264)
Dalam hidup, menjaga keikhlasan lebih utama daripada menyesali kebaikan. Karena pahala pemberian yang tulus lebih abadi daripada harta yang kembali.