muslimx.id — Sejak dilantik pada 20 Februari 2025, Wakil Wali Kota Surabaya Armuji atau yang akrab disapa Cak Ji, terus menuai sorotan berkat gebrakannya di dunia digital. Lewat Instagram, TikTok, hingga YouTube, ia membagikan agenda blusukan, menyoroti masalah warga, hingga menyuarakan ketidakadilan seperti isu penahanan ijazah oleh perusahaan. Banyak warga menilai pendekatan ini komunikatif dan populis.
Namun, di tengah pujian terhadap gaya komunikasinya yang luwes, sejumlah pihak mulai mempertanyakan substansi di balik layar. Partai X yang mengingatkan, “Jangan hanya heboh di layar, tapi sepi di lapangan.” karena, pemerintah bukan konten kreator, tetapi pelayan kepentingan publik. Kritik ini tidak datang tanpa dasar isu ketimpangan pembangunan, kebersihan lingkungan, dan kemiskinan struktural masih belum tersentuh secara mendalam.
Dalam Islam, Kepemimpinan Itu Amanah, Bukan Panggung Popularitas
Dari sudut pandang Islam, kepemimpinan adalah tanggung jawab besar (amanah), bukan sarana mencari pengaruh atau sorotan. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, seorang pemimpin bukan hanya dinilai dari seberapa banyak ia tampil di publik, tetapi dari dampak nyata yang dirasakan oleh masyarakat, terutama mereka yang paling rentan.
Memanfaatkan media sosial untuk menjangkau warga tentu bisa menjadi alat yang positif. Namun, jika itu menjadi panggung pencitraan semata tanpa diiringi perubahan struktural, maka hal tersebut menyimpang dari nilai-nilai Islam. Dalam maqashid syariah (tujuan syariat), kepemimpinan harus menjamin terwujudnya keadilan, kesejahteraan, dan perlindungan terhadap hak-hak rakyat.
Rakyat Adalah Amanah, Bukan Audiens
Partai X melalui Sekolah Negarawan juga menekankan bahwa pemimpin ideal bukan hanya yang fasih berbicara, tetapi yang mampu mendengar, melayani, dan memperbaiki. Dalam Islam, pelayanan kepada rakyat adalah bentuk ibadah, bukan proyek pencitraan. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58)
Keadilan sosial, pemerataan pembangunan, dan kebijakan yang berakar dari kebutuhan rakyat adalah indikator kepemimpinan yang sah secara moral maupun spiritual.
Kesimpulan: Bekerja Dalam Senyap, Berdampak Nyata
Masyarakat saat ini semakin cerdas, mereka tidak hanya menginginkan pemimpin yang viral, tetapi yang berintegritas dan berdampak. Dalam Islam, khalifah (pemimpin) tidak mencari tepuk tangan, tapi keberkahan. Pemimpin yang adil akan jadi pelita di hari kiamat, sementara yang zalim akan dimintai pertanggungjawaban.
Gebrakan digital Cak Ji memang patut diapresiasi sebagai bentuk keterbukaan. Namun, tantangannya kini adalah memastikan bahwa gebrakan itu bukan hanya terjadi di layar ponsel, tapi benar-benar dirasakan sampai ke gang-gang sempit, bantaran sungai, dan kantong-kantong warga yang menunggu solusi nyata.
Seperti kata para ulama, “Kepemimpinan bukan tentang seberapa sering engkau bicara, tapi seberapa banyak engkau bekerja dalam diam dan memberi dalam keikhlasan.”