muslimx.id – Wacana pemotongan kuota haji Indonesia hingga 50% pada 2026 menjadi alarm serius bagi umat Islam. Di tengah antrean haji yang telah mencapai puluhan tahun, keputusan ini dinilai Partai X sebagai bentuk pengabaian terhadap hak ibadah rakyat. Terlebih, ironi mencuat saat bisnis hotel, katering, dan transportasi justru semakin diluaskan dan diperdagangkan dengan harga tinggi.
Direktur X-Institute dan Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, menilai pengelolaan haji telah kehilangan ruh pengabdian. “Ibadah suci justru makin ditekan, sementara aspek bisnis dibiarkan meluas tanpa kendali dan tanpa transparansi,” ujarnya.
Pandangan Islam: Haji Adalah Hak Umat, Bukan Komoditas Kekuasaan
Dalam Islam, haji adalah ibadah wajib yang tidak boleh dipersulit oleh kepentingan duniawi atau sistem yang tidak adil. Allah SWT berfirman:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)
Menjadikan ibadah sebagai ladang dagang adalah bentuk penyimpangan dari semangat kemuliaan ibadah itu sendiri. Rasulullah ﷺ juga memperingatkan:
“Celakalah orang yang menjadikan agama sebagai alat untuk mencari dunia.” (HR. Ahmad)
Partai X mengingatkan bahwa negara memiliki amanah syar’i untuk menjaga kemurnian ibadah dan melindungi hak umat, bukan menekan ibadah demi kenyamanan korporasi atau kepentingan diplomatik yang tak adil.
Tugas Pemerintah Menurut Islam: Melindungi Agama, Menjamin Ibadah
Islam menegaskan bahwa salah satu tujuan utama kepemimpinan adalah menjaga agama (hifz al-din). Jika penguasa membiarkan hak umat menjalankan rukun Islam kelima dikebiri, maka negara telah gagal menjalankan amanah Allah.
“Pemimpin adalah pelayan rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka dari itu, menurut Partai X, pemerintah Indonesia seharusnya bersikap tegas dan memperjuangkan keadilan atas nama rakyatnya, bukan pasrah pada tekanan luar tanpa perlindungan terhadap umat.
Solusi Islam: Reformasi Tata Kelola Haji Berbasis Amanah dan Transparansi
Partai X menawarkan solusi sistemik yang sejalan dengan prinsip Islam dan keadilan sosial:
- Digitalisasi dan Transparansi Sistem Kuota
Antrean dan data kuota harus terbuka dan akuntabel. Jangan ada “kuota gelap” atau jalur istimewa. - Diplomasi yang Berpihak pada Jemaah
Perjanjian dengan Arab Saudi harus mengutamakan hak rakyat, bukan negosiasi pejabat birokrasi. - Batasi Komersialisasi Haji
Perluas keterlibatan BUMN syariah dan kurangi ketergantungan pada korporasi asing. Haji bukan ruang untuk menumpuk keuntungan. - Edukasi Syariah bagi Jemaah
Haji bukan sekadar perjalanan fisik, tapi ibadah ruhani. Jemaah harus memahami makna DAM, syarat kesehatan, dan manasik dengan pendekatan ruhiah, bukan hanya prosedural. - Sekolah Negarawan untuk Pelayan Ibadah
Lewat Sekolah Negarawan, Partai X menyiapkan pemimpin yang menempatkan ibadah sebagai hak sakral umat, bukan objek bisnis birokrasi.
Penutup: Negara Harus Membela Hak Umat, Bukan Menjadi Pedagang di Tengah Rumah Allah
Pemotongan kuota haji, jika tidak disikapi dengan bijak dan adil, akan menciptakan luka spiritual dan sosial bagi jutaan umat Islam Indonesia. Negara harus menunjukkan keberanian untuk memperjuangkan hak rakyat, bukan tunduk pada tekanan luar atau kepentingan dagang.
“Sesungguhnya orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan dari Masjidil Haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia… mereka akan merasakan azab yang pedih.” (QS. Al-Hajj: 25)
Partai X menyerukan: haji adalah panggilan ilahi, bukan sekadar rencana logistik. Jangan jadikan rukun Islam kelima sebagai korban permainan kuasa dan bisnis. Negara harus hadir sebagai pelindung ibadah, bukan pelayan korporasi. Sebab, ketika ibadah dipersulit dan bisnis difasilitasi, maka bukan hanya sistem yang salah tapi akhlak bernegara yang telah hilang.