muslimx.id – Pemerintah melalui Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menegaskan bahwa reshuffle kabinet bukan prioritas dalam waktu dekat. Meski kinerja para menteri dievaluasi, Prasetyo menyebut fokus pemerintah kini tertuju pada penyelesaian persoalan lintas sektor seperti energi, lingkungan, dan pariwisata.
Pernyataan ini muncul di tengah sorotan publik terhadap stagnasi sejumlah kementerian dan dorongan agar pemerintah segera memperbaiki mesin kabinet yang mulai melemah menjelang akhir masa pemerintahan
Partai X: Stabilitas Kekuasaan Tidak Boleh Mengalahkan Kepentingan Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R. Saputra, menilai alasan pemerintah untuk menunda reshuffle sebagai bentuk pengabaian terhadap tanggung jawab kepada rakyat. “Ketika yang gagal tetap dipertahankan, itu bukan stabilitas, itu pembiaran sistemik,” ujarnya.
Menurut Prayogi, rakyat tidak menuntut rotasi jabatan demi sensasi, tetapi menanti perubahan yang berdampak. “Jabatan publik bukan tempat perlindungan penguasa. Ia adalah instrumen untuk melayani dan menyejahterakan rakyat,” tambahnya.
Islam dan Kepemimpinan: Tegas Evaluasi, Jangan Lestarikan Ketidakmampuan
Dalam pandangan Islam, kepemimpinan adalah amanah yang berat, bukan posisi kehormatan. Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin rakyat, kemudian ia meninggal dunia dalam keadaan menipu mereka, maka Allah haramkan surga baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menjaga menteri yang gagal dalam tugas hanya demi menghindari gejolak kekuasaan adalah bentuk takhadzdzul (penundaan atas kebenaran) yang merugikan umat. Dalam Islam, penguasa yang adil wajib menempatkan orang pada tempatnya, dan mengganti mereka yang tidak amanah terhadap tugasnya.
Partai X Usul: Kabinet Meritokrasi dan Terbuka bagi Penilaian Umat
Partai X mengusulkan agar pemerintah membentuk sistem evaluasi kabinet yang terbuka, terukur, dan berbasis kompetensi, bukan loyalitas. Tiga solusi utama yang ditawarkan:
- Panel evaluasi independen yang bisa diakses publik untuk menilai menteri secara objektif.
- Indikator kinerja terukur, tidak hanya laporan tahunan formal yang sarat pencitraan.
- Partisipasi masyarakat dalam menilai kementerian, sebagai bentuk hak rakyat atas pengelolaan negara.
Prinsip ini sesuai dengan ajaran syura (musyawarah) dan hisbah (pengawasan publik) dalam Islam, di mana penguasa tidak berjalan sendiri tanpa kontrol umat.
Sekolah Negarawan: Mendidik Pemimpin yang Siap Menyaring Bukan Membiarkan
X-Institute melalui Sekolah Negarawan menanamkan nilai-nilai Islam bahwa jabatan adalah taklif (beban tanggung jawab), bukan tasyriif (kehormatan pribadi). Seorang pemimpin sejati berani mengevaluasi para pembantunya demi kepentingan umat.
“Pemimpin harus berani memilih kinerja daripada kedekatan,” ujar Prayogi. Ia menegaskan, pemimpin harus sadar bahwa amanah akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT dan rakyat.
Menunda Pergantian yang Gagal adalah Ketidakadilan Struktural
Partai X menegaskan bahwa reshuffle bukan soal kekuasaan, tetapi soal keadilan terhadap rakyat. Menunda hal yang mendesak demi menjaga kenyamanan pejabat adalah bentuk dzalim sistemik.
Dalam Islam, tidak ada ruang bagi pemimpin yang takut mengambil keputusan penting hanya karena tekanan penguasa. Kepemimpinan sejati adalah keberanian memilih yang benar, meski tidak populer.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak…” (QS. An-Nisa: 58)
Jika pemimpin tak berani mengganti yang tak layak, maka rakyat hanya akan terus menjadi korban dari sistem yang dibiarkan rusak.