muslimx.id — Kepergian mendadak musisi Gusti Irwan Wibowo alias Gustiwiw memunculkan duka mendalam di tengah masyarakat, sekaligus menyulut gelombang spekulasi yang liar di media sosial. Partai X menyampaikan belasungkawa dan mengingatkan pentingnya prinsip kehati-hatian dalam menyampaikan informasi, terutama ketika menyangkut nyawa manusia dan nama baik seseorang yang telah wafat.
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyatakan bahwa negara dan masyarakat memiliki tanggung jawab besar untuk menjunjung tinggi nilai tabayyun (klarifikasi) dalam menghadapi informasi yang simpang siur. “Kita tidak hanya bicara soal prosedur hukum, tapi juga akhlak sosial. Jangan sampai kematian seseorang dijadikan bahan sensasi yang mencemari marwahnya,” ujarnya.
Islam Menyeru pada Klarifikasi dan Larangan Su’udzon
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (tabayyun), agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum karena kebodohan (kalian), yang akhirnya kalian menyesal atas perbuatan itu.” (QS. Al-Hujurat: 6)
Rinto menegaskan bahwa ayat ini sangat relevan dalam konteks penyebaran informasi pasca wafatnya tokoh publik. “Tabayyun adalah prinsip komunikasi Islami yang melindungi kita dari fitnah dan kesalahan. Terburu-buru menyebar spekulasi sama saja dengan membuka pintu kezaliman sosial,” tambahnya.
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menceritakan semua yang ia dengar.” (HR. Muslim)
Solusi Partai X: Komunikasi Krisis Berbasis Etika dan Kemanusiaan
Menanggapi situasi ini, Partai X mendorong pembentukan Protokol Komunikasi Krisis yang tak hanya mengandalkan pendekatan hukum, tetapi juga etika publik dan empati terhadap keluarga korban. Protokol ini wajib melibatkan:
- Pihak keluarga sebagai subjek utama komunikasi publik
- Lembaga independen untuk mengawal transparansi informasi
- Pendampingan etik dari Sekolah Negarawan untuk menjamin perspektif kemanusiaan
Rinto menyatakan, negara harus hadir bukan sekadar dengan garis polisi dan jumpa pers singkat, tapi juga dengan mekanisme informasi yang terbuka, bertanggung jawab, dan tidak merusak martabat yang telah tiada.
Menjaga Nama Baik Orang yang Telah Wafat adalah Ibadah Sosial
Dalam Islam, menjaga kehormatan orang yang telah meninggal adalah bagian dari penghormatan hak asasi mereka yang masih berlaku bahkan setelah kematian. Rasulullah SAW bersabda:
“Janganlah kalian mencela orang-orang yang telah meninggal, karena mereka telah pergi dengan apa yang telah mereka lakukan.” (HR. Bukhari)
Bagi Partai X, hal ini menjadi pengingat bahwa tugas negara dan masyarakat bukan hanya menyelidiki, tetapi juga melindungi. Ketika publik figur wafat secara mendadak, maka kejujuran informasi dan perlindungan marwah adalah bentuk nyata dari keadilan.