muslimx.id – Kabar pemeriksaan Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, oleh Kejaksaan Agung untuk ketiga kalinya terkait dugaan korupsi fasilitas kredit dari bank milik negara kembali membuka luka lama: bagaimana dana publik kerap diputar demi kepentingan kelompok, sementara rakyat hanya menjadi korban dari utang dan krisis.
Kerugian negara ditaksir mencapai Rp692 miliar. Dana yang seharusnya dipakai untuk kegiatan ekonomi produktif justru diputar untuk pembelian aset non-produktif dan pelunasan utang pribadi anak usaha. Partai X menyatakan bahwa ini bukan sekadar masalah hukum, tapi masalah akhlak dan tanggung jawab moral negara.
Islam sejak awal telah menggariskan garis tegas antara harta publik dan kekuasaan, serta mengutuk setiap bentuk pengkhianatan terhadap amanah ekonomi.
Islam: Uang Publik adalah Amanah, Bukan Alat Bisnis Kekuasaan
Dalam Islam, dana publik atau harta milik umum (al-amwāl al-‘ammah) memiliki posisi yang sangat mulia dan sensitif. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah seorang penguasa yang zalim.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
Ketika dana bank milik rakyat digunakan untuk memperkaya diri segelintir orang melalui skema manipulatif seperti “putar kredit”, dan negara tak mampu menjamin pengawasan maupun penindakan, maka itu adalah pengkhianatan struktural terhadap amanah yang diberikan Allah dan rakyat.
Negara Menurut Islam: Mengatur, Melindungi, dan Menindak Tanpa Tebang Pilih
Islam mengajarkan bahwa negara bukan hanya regulator, tetapi pelindung keadilan sosial dan ekonomi. Dalam QS. An-Nisa: 58, Allah memerintahkan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil.”
Negara yang membiarkan pengusaha atau pejabat korporat memutar dana publik demi kepentingan sendiri, tanpa akuntabilitas adalah negara yang gagal menjalankan fungsi syariat: menegakkan keadilan (al-‘adl), menjaga harta rakyat (hifzh al-mal), dan menindak kezaliman.
Keadilan Ekonomi Menurut Islam: Harus Nyata, Bukan Retorika
Kritik Partai X yang menyebut audit seringkali hanya menjadi laporan tanpa akhir sejalan dengan prinsip Islam bahwa keadilan bukan hanya administrasi, tetapi tindakan nyata.
Islam mewajibkan:
- Transparansi dalam pengelolaan harta publik
- Sanksi tegas bagi pelaku manipulasi ekonomi
- Distribusi kekayaan secara adil agar tidak hanya berputar di kalangan atas.
Jika sistem keuangan dibiarkan menjadi “lahan permainan” bagi jaringan anak usaha dan konglomerasi, maka Islam menyebutnya sebagai bentuk penjajahan ekonomi domestik.
Pemimpin Harus Amanah dan Sektor Keuangan Harus Bersih
Islam tidak hanya mengecam, tapi juga menawarkan solusi tuntas yang mirip dengan seruan Partai X, bahkan lebih fundamental:
1. Audit dengan Akuntabilitas Syariah
Audit keuangan tidak cukup pada laporan, tetapi harus melibatkan nilai moral Islam, diawasi oleh pihak independen dan ulama ekonomi agar tidak hanya melihat angka, tapi juga keberkahan dan dampaknya bagi umat.
2. Haramkan Riba dan Skema Utang yang Eksploitatif
Sistem kredit yang tidak sehat, berbunga tinggi, manipulatif, atau digunakan untuk menutupi kerugian anak usaha, adalah haram dalam Islam. Islam menekankan sistem keuangan berbasis bagi hasil dan akuntabilitas, bukan utang berbasis spekulasi.
3. Hukum Tegas dan Setara
Tak boleh ada yang “kebal hukum”. Baik pejabat, konglomerat, maupun pemilik jaringan usaha harus diproses secara adil, tanpa perlindungan kekuasaan. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Pendidikan Ekonomi Berbasis Amanah
Negara harus membangun kesadaran moral dalam ekonomi, bukan hanya mencetak ahli keuangan, tapi pemimpin berintegritas. Di sinilah relevansi “Sekolah Negarawan” seperti yang ditawarkan Partai X.
Uang Publik adalah Amanah, Jangan Dikhianati dengan Nama Proyek
Skandal kredit jumbo yang diputar demi kepentingan konglomerat bukan semata masalah teknis, ini adalah krisis moral dan kepemimpinan. Islam berdiri tegas: negara tidak boleh jadi saksi diam atas kejahatan ekonomi.
“Barang siapa yang menguasai urusan kaum Muslimin, lalu tidak memperhatikan kebutuhan mereka, maka Allah tidak akan memperhatikan kebutuhannya pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud)
Saat dana publik dijadikan alat bermain, dan keadilan hanya menyentuh yang lemah, maka rakyat tidak hanya dirugikan tapi dikhianati. Sudah saatnya kita bangun sistem ekonomi yang berpijak pada nilai Islam: adil, transparan, dan berpihak kepada rakyat, bukan hanya kepada papan nama perusahaan.epada rakyat, bukan hanya kepada papan nama perusahaan.