muslimx.id – Wacana ruang parkir untuk rumah subsidi tipe 18 hingga 36 meter persegi kembali memancing tanya publik: apakah rumah rakyat masih tentang hidup layak, atau sudah berubah jadi ajang pencitraan?
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait menyebut banyak milenial yang antusias dengan desain rumah mungil yang bisa menampung kendaraan. Namun bagi jutaan buruh, tukang, ojek daring, dan pekerja informal, rumah bukan soal parkiran, tapi soal napas yang cukup di ruang keluarga yang sempit.
Dalam Islam: Tempat Tinggal yang Layak Adalah Hak Dasar Manusia
Islam sangat menjunjung tinggi hak atas tempat tinggal yang layak, sehat, dan menjamin martabat manusia. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Siapa yang bermalam dalam keadaan aman di tengah keluarganya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia dan segala isinya telah diberikan kepadanya.” (HR. Tirmidzi)
Keamanan, kesehatan, dan kenyamanan adalah satu paket dalam kebutuhan hidup yang mendasar. Maka rumah yang hanya sekadar “punya tembok dan atap”, tapi sempit, lembap, minim cahaya, atau terlalu jauh dari tempat kerja dan fasilitas umum, bukanlah hunian ideal dalam pandangan Islam.
Islam Menolak Kemewahan Simbolik, Tapi Mendukung Fungsi dan Martabat
Wacana ruang parkir dalam rumah subsidi mungil bukan hanya soal desain, tapi indikasi salah arah dalam menentukan prioritas. Islam tidak anti kemajuan, tapi kemajuan yang menghancurkan keadilan sosial adalah kebinasaan.
Allah Swt. berfirman:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” (QS. An-Nisa: 5)
Rakyat kecil membutuhkan pokok kehidupan, bukan simbol gaya hidup. Maka pemerintah yang menjadikan parkir mobil sebagai “bukti kesuksesan program rumah rakyat” sesungguhnya sedang menjauh dari cita-cita Islam yang berpihak pada kaum lemah (mustadh’afin).
Rumah Layak Huni dalam Islam: Bukan Besar, Tapi Fungsional dan Penuh Berkah
Dalam sejarah Islam, rumah Rasulullah ﷺ sangat sederhana, tapi memenuhi prinsip:
- Privasi antar ruang
- Ventilasi alami dan pencahayaan yang cukup
- Kehangatan keluarga dan ketenangan jiwa
Islam mengajarkan bahwa rumah harus jadi tempat kembali, bukan tempat sesak. Harus jadi tempat ibadah dan membesarkan anak, bukan sekadar aset kredit jangka panjang.
Solusi Islam: Bangun Hunian Rakyat dengan Prinsip Maslahah
Prinsip Islam mendorong pembangunan rumah rakyat yang memenuhi maqashid syariah (tujuan-tujuan utama syariat):
- Hifzh al-nafs (melindungi jiwa): rumah tidak boleh membahayakan kesehatan
- Hifzh al-‘aql (menjaga akal): rumah harus mendukung ketenangan dan berpikir jernih
- Hifzh al-maal (menjaga harta): subsidi harus efektif dan tidak mubazir
Maka, daripada menambahkan fitur parkir:
- Lebih baik perbanyak ventilasi
- Tambahkan dapur sehat dan taman hijau komunitas
- Dekatkan dengan transportasi, sekolah, dan pasar
Jangan Gagal Paham: Rakyat Butuh Rumah, Bukan Pajangan Proyek
Jika rumah subsidi dibangun sekadar untuk memenuhi angka statistik, dan bukan untuk menampung kehidupan yang bermartabat, maka negara telah mengabaikan ruh perintah Allah untuk berlaku adil.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan (kamu) untuk berlaku adil dan berbuat ihsan…” (QS. An-Nahl: 90)
Jika rumah rakyat hanya dihitung dari jumlah unit dan luas garasi, lalu kemiskinan ruang hidup diabaikan, maka pemerintah sedang menjadikan rakyat sebagai bahan iklan pembangunan, bukan subjek keadilan.
Hunian bukan sekadar properti.
Dalam Islam, ia adalah bentuk rahmat dan penjagaan Allah kepada manusia.
Maka sudah semestinya negara memperlakukan rumah rakyat bukan sebagai proyek, tapi sebagai amanah besar.