RUU KUHAP Dikebut Tanpa Rakyat? Islam Ingatkan: Jangan Jadikan Hukum Alat Kekuasaan, Tapi Pelindung Umat

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id – Di tengah masa reses, DPR melalui Komisi III justru mempercepat pembahasan Revisi KUHAP. Dengan melibatkan akademisi dan menargetkan pengesahan dalam dua masa sidang, langkah ini menuai sorotan keras dari masyarakat sipil, pegiat hukum, dan lembaga perlindungan saksi.

Percepatan ini dinilai terburu-buru, minim partisipasi rakyat, dan rawan melanggengkan celah kriminalisasi warga sipil.

Partai X: Hukum Tak Boleh Jadi Proyek Elite, Apalagi Alat Represi

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa legislasi bukanlah lomba kecepatan. “Kalau cepat tapi menabrak keadilan dan tidak berpihak pada rakyat, lebih baik ditunda atau dibatalkan,” ujar Rinto.

Ia menyoroti bahwa beberapa pasal dalam revisi KUHAP justru berpotensi memperluas wewenang aparat, tapi tidak memperkuat perlindungan terhadap korban, saksi, maupun warga rentan.

Islam Tegaskan: Hukum Wajib Menegakkan `Adl (Keadilan), Bukan Zhulm (Kezaliman)

Dalam sistem Islam, hukum adalah jaminan perlindungan dan keadilan bagi seluruh umat, bukan alat kekuasaan atau legitimasi penindasan. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan…” (QS. An-Nahl: 90)

Perubahan hukum pidana, termasuk KUHAP, harus berdasarkan maslahat umat, bukan kepentingan elite. Islam mengecam penguasa yang menyusun undang-undang demi mempertahankan kekuasaan atau mengintimidasi rakyat.

Partai X Serukan Keadilan Restoratif, Bukan Prosedur Represif

Partai X mendorong pendekatan keadilan restoratif yang berlandaskan pemulihan hak korban, perlindungan warga kecil, dan pembatasan kekuasaan negara agar tidak sewenang-wenang.

“RUU KUHAP harus menjamin imparsialitas, akuntabilitas, dan akses hukum yang adil bagi semua warga, bukan hanya untuk yang punya kuasa,” tegas Rinto.

Dalam Islam, prinsip “al-hukmu ma‘a al-‘adl” (hukum itu bersama keadilan) menjadi fondasi utama sistem peradilan. Hukum yang membuka ruang multitafsir tanpa perlindungan jelas hanya akan menjadi alat kesewenang-wenangan.

Sekolah Negarawan: Legislasi Harus Jadi Jalan Etika, Bukan Jalan Pintas Kekuasaan

Partai X melalui program Sekolah Negarawan menekankan bahwa penyusunan UU terutama yang menyangkut hak dasar warga, harus melibatkan suara rakyat, praktisi hukum, akademisi, dan komunitas korban.

Produk hukum yang baik tidak lahir dari ruang rapat terbatas dan tergesa-gesa, tapi dari proses yang transparan, ilmiah, dan berpihak pada keadilan sosial.

Islam: Negara Wajib Libatkan Umat, Bukan Menutup Ruang Musyawarah

Syariat Islam mendorong partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan melalui syura (musyawarah). Rasulullah SAW tidak pernah mengambil keputusan besar tanpa melibatkan umat, bahkan dalam urusan perang.

Maka, dalam penyusunan RUU sekrusial KUHAP, menutup ruang rakyat adalah pengkhianatan terhadap prinsip musyawarah yang diajarkan Islam.

Solusi Partai X: Tunda Pembahasan, Buka Ruang Rakyat

Partai X menyerukan agar DPR menghentikan percepatan pembahasan RUU KUHAP sebelum ada mekanisme partisipasi rakyat yang sahih. Revisi hukum pidana harus diuji publik, disosialisasikan secara terbuka, dan dilandasi riset mendalam, bukan tekanan kekuasaan.

“Keadilan tidak bisa dibangun dengan tergesa-gesa. Jika hukum dibuat tanpa rakyat, maka ia akan menjauh dari rakyat,” pungkas Rinto.

Islam menyerukan keadilan sebagai inti dari hukum. Hukum tanpa keadilan hanyalah topeng. Maka, jika RUU KUHAP hanya memperkuat kekuasaan, tapi melemahkan rakyat, ia bukan reformasi, tapi regresi.

Share This Article