ASN Bukan Panggung Popularitas: Dalam Islam, Pelayanan Itu Amanah, Bukan Konten

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id – Penunjukan selebritas Raffi Ahmad sebagai sosok inspiratif bagi aparatur sipil negara (ASN) menuai kritik tajam dari banyak pihak. Bagi sebagian orang, ini mungkin terasa segar. Tapi dalam kacamata Islam, negara tak boleh menyamakan pelayanan publik dengan panggung hiburan. Pengabdian adalah amanah, bukan tontonan.

Menteri PANRB Rini Widyantini menyebut Raffi sebagai teladan ASN karena dianggap komunikatif, adaptif, dan kreatif. Sebagai utusan khusus presiden, Raffi juga menyampaikan bahwa ASN harus kerja cerdas, punya adab, dan menjadi “langit yang menampung banyak bintang”. Namun, apakah ini standar yang sahih untuk sebuah profesi yang memikul beban rakyat dan tanggung jawab kenegaraan?

Partai X: ASN Bukan Komoditas Konten, Tapi Penjaga Amanah Rakyat

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Diana Isnaini, menyebut glorifikasi ini sebagai bentuk reduksi peran birokrasi menjadi hiburan. “Ini bukan semangat pelayanan. Ini pencitraan yang membungkus birokrasi dengan selimut viralitas,” tegasnya.

Dalam pandangan Islam, ASN atau aparatur pemerintahan adalah khadim al-ummah (pelayan umat), bukan naqib al-syuhrah (pengejar popularitas). Seorang pelayan publik harus lebih dikenal oleh kejujurannya daripada jumlah pengikutnya.

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Amanah, Bukan Kamera: Islam Serius dalam Urusan Kepemimpinan

Dalam Islam, kepemimpinan bukan soal menarik perhatian, tapi soal ketundukan pada tanggung jawab. Jabatan bukan panggung. ASN yang ideal bukan yang paling dikenal masyarakat karena konten, melainkan yang paling dikenal oleh rekan kerja karena integritasnya.

Partai X mengingatkan: birokrasi adalah struktur penopang negara. Jika struktur ini dibentuk atas dasar impresi publik, bukan kapabilitas dan keikhlasan, maka negara akan rapuh dari dalam.

Prinsip Islam: Pelayanan adalah Ibadah, Bukan Produk Branding

Dalam Islam, wilayah (otoritas) dan siyasah adalah instrumen untuk menjalankan keadilan (‘adl) dan memberikan kemaslahatan (maslahah). Pejabat harusnya bukan sekadar tampil baik di layar, tapi bertindak benar di ruang pelayanan.

Partai X menekankan bahwa ASN harus menjalani tazkiyah (penyucian niat), bukan sekadar pelatihan komunikasi publik. “Kalau ASN jadi konten, lalu siapa yang bekerja dalam diam saat rakyat mengadu soal administrasi rusak, korupsi kecil-kecilan, atau pelayanan yang macet?” tanya Diana.

Solusi Islam ala Partai X: ASN sebagai Abdi Negara, Bukan Influencer Negara

  1. Reformasi ASN Berbasis Integritas dan Kompetensi
    • Seleksi ketat, transparan, dan bebas dari kekuasaan pencitraan
    • ASN harus punya rekam jejak kerja, bukan rekam jejak viralitas
  2. Sekolah Negarawan sebagai Lembaga Etika Pelayanan
    • Menanamkan nilai adab, tanggung jawab, dan kesadaran keumatan
    • ASN diajarkan untuk melayani rakyat sebagai ibadah, bukan sebagai branding
  3. Pembatasan Komersialisasi Wajah Negara
    • Negara tidak boleh mengubah pelayanan publik menjadi materi hiburan
    • Etika publik harus lebih tinggi dari standar konten sosial media

ASN yang Islami Bekerja Tanpa Kamera, Tapi Dirindukan oleh Rakyat

Rakyat tidak butuh ASN yang berbicara seperti bintang, tetapi yang bekerja seperti pelayan. Islam menegaskan bahwa pekerjaan paling utama adalah yang dijalankan dengan amanah dan niat ibadah. Dalam hadis disebutkan:

“Sesungguhnya Allah mencintai apabila seseorang bekerja, maka ia menyempurnakannya.” (HR. Al-Baihaqi)

Partai X menutup dengan satu pernyataan: Pelayanan publik itu hak rakyat. Tidak boleh dijadikan konten, apalagi panggung selebritas. ASN harus kembali ke akar: jujur, efektif, dan bertanggung jawab. Karena dalam Islam, pengabdian itu nyata, bukan layar.

“Siapa yang diangkat Allah sebagai pemimpin atas rakyat, lalu ia tidak memimpin mereka dengan jujur, maka ia tidak akan mencium bau surga.” (HR. Bukhari, Muslim)

Share This Article