Pesantren Dipuji sebagai Kunci Bangsa, Tapi Masih Ditinggalkan Anggaran: Islam Ingatkan, Jangan Bangun Generasi tanpa Menopang Gurunya

muslimX
By muslimX
3 Min Read

muslimx.id – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yulianto menyebut pesantren sebagai kunci kemajuan Indonesia dalam forum internasional Transformation of Pesantren, Rabu (25/6). Ia menilai pesantren melahirkan manusia berakhlak dan beretos kerja tinggi, yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi masa depan.

Namun, pernyataan ini ditanggapi kritis oleh Partai X, yang menilai pujian tersebut belum disertai bukti konkret dalam kebijakan dan anggaran.

“Kalau pemerintah serius, jangan hanya puji pesantren di forum internasional. Perkuat akses dan anggarannya,” tegas Prayogi R. Saputra, anggota Majelis Tinggi Partai X.

Dalam sejarah Islam, lembaga pendidikan tradisional seperti pesantren merupakan pusat pembentukan umat, menggabungkan ilmu, adab, dan kehidupan sosial. Para ulama tidak hanya mengajarkan kitab, tapi juga mendidik karakter dan memimpin masyarakat.

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari dada manusia, tetapi mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama.” (HR. Bukhari)

Maka, negara yang membiarkan pesantren bertahan sendiri tanpa jaminan fasilitas dan perlindungan, sesungguhnya sedang menggali jurang kehancuran peradaban secara perlahan.

Partai X menegaskan, jika pesantren diakui sebagai pilar pendidikan, maka perlakuan anggaran dan infrastrukturnya harus setara dengan sekolah negeri. Banyak pesantren masih kekurangan listrik, internet, hingga fasilitas belajar dasar, padahal mereka diminta mencetak generasi unggul.

Islam menuntut keadilan dalam distribusi amanah. Negara yang mendanai sebagian besar sektor pendidikan formal, tapi membiarkan pesantren tertinggal, sedang meninggalkan amanah ilmu.

Partai X menawarkan pendekatan yang sesuai dengan semangat Islam:

  1. Reformasi anggaran berbasis keadilan: Pesantren tidak boleh didiskriminasi karena bukan sekolah umum.
  2. Digitalisasi pesantren berbasis akhlak: Infrastruktur internet dan literasi teknologi berbasis nilai.
  3. Pelatihan guru pesantren sebagai pendidik negarawan: Bukan sekadar hafal kitab, tapi membangun jiwa kepemimpinan.
  4. Ekonomi pesantren berbasis mandiri: Program inkubasi bisnis syariah dan koneksi ke pasar halal nasional.

Jika negara mengklaim ingin membangun peradaban besar, maka yang pertama harus diperkuat adalah tempat lahirnya ilmu dan akhlak: pesantren. Tanpa itu, bangsa hanya akan tumbuh secara teknologis, tapi runtuh secara moral.

“Dan tidaklah sama orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui.” (QS. Az-Zumar: 9)

Pesantren tidak butuh panggung, tapi pengakuan yang diwujudkan dalam kebijakan. Jika pesantren hanya dipuji saat kampanye dan konferensi, lalu dilupakan dalam APBN dan kebijakan pendidikan, maka negara sedang mempermainkan masa depan bangsanya sendiri.

“Kalau mau Indonesia benar-benar maju, maka jadikan pesantren subjek pembangunan, bukan pelengkap pidato,” tutup Prayogi.

Share This Article