muslimx.id – Presiden Prabowo Subianto menyatakan optimisme bahwa Indonesia akan mencapai swasembada energi dalam 5–6 tahun ke depan melalui pengembangan industri baterai dan energi terbarukan. Namun dari sudut pandang Islam, setiap keberhasilan teknologi dan proyek besar harus diukur bukan dari investor yang datang, tetapi dari rakyat kecil yang tidak lagi antre gas di pagi hari.
Dalam Islam, pengelolaan sumber daya seperti energi adalah bagian dari milkiyyah ‘ammah kepemilikan umum milik rakyat yang wajib dikelola negara untuk kemaslahatan, bukan untuk bisnis atau kepentingan korporasi.
“Kaum Muslimin berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api (energi).” (HR. Abu Dawud)
Maka jika energi dikuasai oleh segelintir elite, atau hanya dinikmati di kawasan industri dan kota besar, negara telah gagal menunaikan amanah pengelolaan harta umat.
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R. Saputra, mengingatkan bahwa semangat swasembada energi harus dibarengi dengan keberpihakan nyata. Jangan sampai rakyat miskin tetap kesulitan isi ulang gas 3 kg, sementara negara sibuk memamerkan proyek baterai untuk mobil-mobil mewah.
“Pemimpin yang terbaik adalah yang paling peduli pada rakyatnya yang paling lemah.”
(Makna dari sabda Rasulullah ﷺ dalam HR. Tirmidzi)
Pemerintah bukan sekadar operator proyek besar, tapi pelindung kehidupan rakyat. Swasembada bukan soal angka produksi, tapi sejauh mana ibu-ibu di desa bisa menyalakan kompor tanpa resah kehabisan gas.
Partai X menegaskan bahwa keberhasilan proyek energi harus diukur dari akses dan keadilan distribusi, bukan hanya dari volume produksi. Dalam Islam, yang dikejar bukan sekadar ketersediaan, tapi kemanfaatan dan keberpihakan kepada rakyat.
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan untuk menjadi pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Supaya tidak ada alasan bagi manusia di hadapan Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu.” (QS. An-Nisā’ [4]: 165)
Pemimpin adalah “rasul kebijakan” di zamannya. Maka jika rakyat masih gelap gulita, sementara listrik dipaketkan untuk pabrik, itu berarti amanah belum tertunaikan.
Usulan Partai X yang selaras dengan prinsip Islam meliputi:
- Kemandirian Energi Komunitas: Membangun PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) berbasis desa, bukan hanya kawasan industri. Dalam Islam, setiap wilayah punya hak hidup mandiri tanpa bergantung pada pusat.
- Afirmasi untuk Koperasi dan BUMDes: Menghapus monopoli. Nabi ﷺ melarang penimbunan dan dominasi pasar oleh segelintir pedagang (HR. Muslim).
- Subsidi untuk Rakyat Kecil: Dana publik harus difokuskan untuk rakyat, bukan menambah margin korporasi. Dalam fikih Islam, harta negara (bayt al-māl) wajib didistribusikan berdasarkan kebutuhan, bukan koneksi.
Partai X juga mendorong agar isu energi menjadi bagian dari pembentukan karakter pemimpin. Islam menekankan bahwa seorang pemimpin harus fāqih fī al-dīn (paham agama) dan juga ‘ādil fī al-ḥukm (adil dalam keputusan). Energi bukan komoditas kekuasaan, tapi alat untuk menegakkan keadilan sosial.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak dan (menyuruh kalian) menetapkan hukum dengan adil…” (QS. An-Nisā’ [4]: 58)
Partai X mengingatkan pemerintah: jangan sampai semangat swasembada berubah jadi proyek eksklusif bagi elite. Jika rakyat masih harus menyalakan lilin saat malam, sementara energi disalurkan ke luar negeri itu bukan kedaulatan, itu pengkhianatan.
“Pemimpin adalah perisai. Rakyat berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam Islam, energi adalah hak dasar umat. Pemerintah yang adil bukan yang paling banyak meresmikan proyek, tapi yang paling sedikit membuat rakyat antre gas. Swasembada sejati terjadi saat rakyat kecil merasakan nikmatnya cahaya, bukan hanya pengusaha tambang baterai.