Kapolri Ajak Dengar Kritik, Partai X: Kritik Adalah Amar Ma’ruf, Bukan Ancaman Kekuasaan

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id – Dalam pidato peringatan HUT ke-79 Bhayangkara di Monas, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan bahwa kritik dan saran dari publik merupakan energi untuk memperbaiki institusi Polri. Ia juga menyadari bahwa Polri masih memiliki kekurangan dan membutuhkan perubahan yang berkelanjutan demi menghadapi tantangan menuju Indonesia Emas 2045.

Namun, menurut Partai X, ajakan menerima kritik seharusnya tidak hanya berhenti di atas panggung seremoni, melainkan diwujudkan dalam komitmen riil di lapangan. Terutama terkait intimidasi terhadap rakyat yang menyuarakan kebenaran.

Islam: Kritik Adalah Amar Ma’ruf, Bukan Musuh Negara

Dalam Islam, kritik adalah bagian dari ibadah sosial: menegakkan kebaikan dan mencegah keburukan. Jika rakyat menyampaikan kritik, itu bukan bentuk makar, tapi wujud tanggung jawab moral sebagai bagian dari umat.

Allah SWT berfirman:

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar…” (QS. Ali Imran: 110)

Karena itu, membungkam kritik sama saja dengan menolak amar ma’ruf nahi munkar, dan itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai Islam dan demokrasi.

Partai X: Kalau Serius Dengar Kritik, Hentikan Intimidasi

Prayogi R. Saputra, Anggota Majelis Tinggi Partai X, menyambut baik pidato Kapolri, namun menegaskan bahwa semangat tersebut harus dibuktikan dalam kebijakan nyata.

“Kalau Kapolri sungguh ingin menerima kritik, maka hentikan intimidasi terhadap rakyat, aktivis, dan jurnalis yang menyuarakan keadilan. Kritik bukan ancaman, justru itu cinta yang menyelamatkan negara dari kehancuran,” tegasnya.

Pemimpin dalam Islam: Pelindung Kebenaran, Bukan Penjaga Kekuasaan

Dalam pandangan Islam, pemimpin adalah pelindung umat dan penjaga keadilan, bukan alat untuk mengamankan kepentingan kelompok. Rasulullah SAW bersabda:

“Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar di hadapan penguasa zalim.” (HR. Abu Dawud)

Oleh karena itu, institusi seperti Polri harus menjadi penjamin hak-hak rakyat untuk bersuara, bukan pelaku pembungkaman. Negara Islam tidak alergi terhadap kritik. Justru ia tumbuh dan kuat karena mampu mendengarkan rakyat.

Prinsip Negara Menurut Islam: Melayani, Melindungi, dan Menegakkan Keadilan

Partai X menekankan bahwa negara dalam Islam berdiri atas prinsip:

  • Melayani rakyat, bukan menakut-nakuti.
  • Melindungi rakyat, bukan membungkam.
  • Menegakkan keadilan, bukan menjaga kepentingan politik.

“Jika rakyat takut bicara, lalu aparat menjadi simbol ketakutan, maka negara telah menyimpang dari prinsip amanah. Dalam Islam, kekuasaan adalah beban, bukan kehormatan,” tegas Prayogi.

Solusi Islami dari Partai X: Komisi Pemantauan Kritik Rakyat

Partai X mengusulkan pembentukan Komisi Pemantauan Kritik Rakyat, yang bersifat independen dan terbuka. Tugasnya:

  1. Menindak tegas praktik intimidasi terhadap rakyat yang menyuarakan pendapat.
  2. Menerima laporan dari masyarakat secara langsung, tanpa perantara kekuasaan.
  3. Menjadi jembatan amanah antara rakyat dan aparat, demi menjaga keadilan.

Sekolah Negarawan: Polisi Harus Dididik Sebagai Pelayan, Bukan Penguasa

Melalui Sekolah Negarawan, Partai X menyusun kurikulum pembinaan khusus bagi aparat hukum. Fokusnya:

  • Etika pelayanan publik berbasis Islam.
  • Kepemimpinan yang amanah dan bertakwa.
  • Pemahaman bahwa kritik rakyat adalah bahan bakar perubahan, bukan ancaman.

Penutup: Jika Kritik Masih Dianggap Musuh, Maka Demokrasi Gagal dan Islam Terluka

Dalam Islam, tidak ada pembangunan tanpa keberanian mengakui kesalahan. Jika Polri ingin dihormati sebagai lembaga yang dekat dengan rakyat, maka harus berhenti bersikap represif terhadap kritik sosial.

“Kepercayaan rakyat tidak dibangun lewat parade dan baliho, tapi melalui keberanian mendengar dan ketegasan memperbaiki diri.”

Islam mengajarkan bahwa keadilan adalah tiang langit, dan suara rakyat adalah bagian dari suara keadilan itu sendiri. Maka, dengarkanlah suara rakyat, sebelum suara itu berubah menjadi jeritan yang tak bisa lagi ditampung oleh hukum dan mimbar kekuasaan.

Share This Article