muslimx.id – Inisiatif digitalisasi pendidikan di pondok pesantren melalui program seperti Sentra Layanan Universitas Terbuka (Salut) mendapatkan apresiasi luas. Program kuliah digital ini dinilai mampu menjawab tantangan zaman dan memberikan akses pendidikan tinggi ke berbagai pelosok negeri. Namun, di balik kemajuan ini, tersimpan kekhawatiran: tingginya biaya kuota internet, perangkat digital, dan administrasi masih menjadi beban berat bagi sebagian besar santri dan keluarganya.
Akses Ilmu: Hak, Bukan Kemewahan
Dalam Islam, ilmu adalah hak yang harus dibuka bagi semua, bukan kemewahan yang hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu. Allah SWT berfirman:
“Apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya, hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9)
Ayat ini menggarisbawahi bahwa setiap individu memiliki hak untuk menuntut ilmu, dan negara ataupun lembaga pendidikan wajib memastikan pintu itu tidak tertutup oleh kendala ekonomi.
Pendidikan Tidak Boleh Mencekik
Rasulullah SAW bersabda:
“Ilmu adalah warisan para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, melainkan mewariskan ilmu. Barang siapa mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Dawud)
Hadits ini memperkuat bahwa ilmu adalah warisan umat, bukan komoditas pasar. Maka, membiarkan biaya menjadi penghalang bagi pendidikan sama saja dengan memutus rantai warisan kenabian.
Partai X: Digitalisasi Harus Disertai Keadilan
Partai X mengapresiasi langkah digitalisasi pendidikan seperti kuliah digital sebagai bentuk inovasi kebijakan, tetapi menegaskan perlunya kebijakan penunjang yang menjamin keadilan akses. Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R. Saputra, menyatakan:
“Jangan biarkan santri dan pelajar Indonesia hanya menonton kemajuan dari balik jendela Wi-Fi yang tak terjangkau. Akses ke ilmu bukan soal sinyal, tapi soal keadilan.”
Solusi dan Seruan Partai X:
- Subsidi kuota internet dan perangkat digital bagi santri dan siswa dari keluarga prasejahtera.
- Kurikulum adaptif berbasis komunitas yang tidak bergantung sepenuhnya pada koneksi internet.
- Skema pembiayaan progresif untuk pendidikan tinggi digital, berdasarkan kemampuan ekonomi.
- Pemanfaatan masjid dan pesantren sebagai pusat literasi digital berbasis komunitas.
Kesimpulan
Kemajuan teknologi dalam pendidikan adalah anugerah, tetapi harus dikelola dengan keadilan. Islam menegaskan bahwa ilmu adalah jalan menuju peradaban dan keselamatan, maka tidak boleh dikunci hanya oleh mereka yang punya pulsa. Digitalisasi tanpa keadilan akses hanya akan memperluas jurang sosial.
“Dan dirikanlah timbangan dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca.” (QS. Ar-Rahman: 9)
Sudah saatnya pendidikan tinggi digital di Indonesia menjadi jalan terang bagi semua, bukan hanya bagi mereka yang bisa membayar jalan masuknya.