muslimx.id – Mahkamah Agung (MA) resmi memiliki Wakil Ketua Baru Bidang Yudisial, Suharto, yang terpilih dalam Sidang Paripurna Khusus pada Kamis (11/7). Suharto menggantikan posisi sebelumnya dan mengungkapkan kesiapannya untuk menjadi “navigator” kapal besar MA, membantu Ketua MA Sunarto mewujudkan visi kelembagaan.
Dalam pidatonya, Suharto berkomitmen untuk mengkoordinasikan ketua-ketua kamar perkara dan menjaga soliditas pimpinan MA melalui prinsip kolektif kolegial. Ia juga menekankan ingin mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap MA melalui kepemimpinan yang akuntabel dan kompak.
Pergantian Jabatan Tidak Selalu Menjamin Perbaikan
Namun, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyampaikan bahwa pergantian pejabat di pucuk MA tidak secara otomatis menjamin perbaikan sistem peradilan.
“Jika peta hukum masih dikendalikan oleh kepentingan dan kekuasaan, maka mengganti sopir tidak akan mengubah arah,” tegas Rinto.
Menurutnya, sistem peradilan saat ini kerap dianggap sekadar alat kekuasaan, sehingga rakyat tidak melihat keadilan, melainkan drama berulang. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56)
Ayat ini mengingatkan bahwa keberadaan keadilan adalah bagian integral dari perbaikan masyarakat.
Hukum Harus Melindungi, Bukan Menakuti Rakyat
Partai X menekankan bahwa negara merupakan entitas yang seharusnya melindungi, melayani, dan mengatur rakyat untuk keadilan dan kesejahteraan. Namun, jika hukum tidak berpihak pada kepentingan rakyat kecil, maka lembaga peradilan hanya akan menjadi podium bagi mereka yang memiliki kuasa.
Rinto menambahkan,
“Jangan hanya bicara soal peran MA, jika mafia hukum masih bebas dan korupsi berjubah toga dibiarkan.”
Solusi Partai X: Reformasi Sistemik Peradilan
Partai X mendorong reformasi sistemik dalam sistem peradilan Indonesia. Beberapa solusi yang diajukan meliputi:
- Audit menyeluruh terhadap integritas hakim agung: melalui lembaga independen lintas sektor.
- Pemisahan kekuasaan yudikatif dan eksekutif: termasuk melarang praktik lobi hukum di luar persidangan.
- Transparansi proses rekrutmen dan promosi hakim: penguatan partisipasi publik dalam pengawasan.
- Digitalisasi putusan dan rekam jejak perkara: untuk meningkatkan akuntabilitas dan mempermudah pengawasan masyarakat.
- Pendidikan hukum rakyat berbasis komunitas: agar hukum tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang yang memiliki pendidikan hukum tinggi.
Kesimpulan: Hukum Harus Dimiliki Seluruh Warga Negara
Partai X mengingatkan bahwa hukum bukanlah milik segelintir orang berseragam hitam yang mengunci suara rakyat lewat aturan. Hukum seharusnya menjadi milik seluruh warga negara, terutama mereka yang selama ini hanya bisa bersuara lewat jeritan ketidakadilan.
Dalam hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Sesungguhnya setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari, no. 7138)
Jika pengangkatan pejabat tinggi peradilan hanya dipandang sebagai formalitas, maka rakyat akan menerima bayangan hukum, tetapi bukan keadilan sesungguhnya.