muslimx.id – Polemik seputar penanganan pengguna narkoba kembali mengemuka setelah pernyataan dari Kepala BNN, Komjen Marthinus Hukom, yang melarang anggotanya menangkap pengguna narkoba, termasuk selebritas. Meski niatnya untuk memfokuskan pemberantasan pada pengedar, hal ini memicu kebingungan publik.
Menanggapi itu, Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, menegaskan bahwa Undang-Undang Narkotika yang berlaku saat ini masih membuka ruang bagi aparat penegak hukum untuk memproses pengguna narkoba secara hukum. Ia mengingatkan agar penjelasan Kepala BNN tidak ditafsirkan sebagai penghapusan sanksi terhadap pengguna narkoba.
Rudianto Lallo juga menyoroti fakta bahwa lebih dari 52 persen penghuni Lapas adalah pengguna narkoba, menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih bijak dan manusiawi daripada sekadar penghukuman massal.
Islam Menyuruh Menyelamatkan Jiwa, Bukan Menyisihkan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyampaikan bahwa negara harus melindungi jiwa warganya, termasuk mereka yang terjerumus narkoba. Penanganan hukum terhadap pengguna harus mengedepankan pemulihan, bukan hanya pemenjaraan.
“Pernyataan BNN bisa menimbulkan ambiguitas hukum jika tidak dilandasi kebijakan yang adil dan struktural. Jangan sampai publik menangkap pesan bahwa hanya orang terkenal yang layak direhabilitasi,” kata Rinto.
Ia menegaskan bahwa dalam perspektif Islam, hak untuk pulih adalah bagian dari kasih sayang Allah kepada manusia. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29)
Ayat ini secara spiritual memperkuat pesan bahwa setiap individu yang tersesat masih memiliki hak untuk diselamatkan, bukan dibuang atau distigma seumur hidup.
Reformasi UU Narkotika Berbasis Kasih Sayang dan Keadilan
Partai X mendukung revisi total atas Undang-Undang Narkotika agar dapat membedakan secara tegas antara pengedar yang merusak dan pengguna yang terperangkap.
Revisi ini mencakup:
- Sistem Rehabilitasi Terintegrasi
Rehabilitasi berbasis medis, psikologis, dan sosial, disertai pendampingan keluarga. - Kebijakan Hukum Berbasis Data, Bukan Stigma
Penegakan hukum harus memperhatikan latar belakang pengguna secara komprehensif dan tidak diskriminatif. - Transparansi dan Akuntabilitas
Proses penanganan kasus narkoba harus dapat dipantau publik agar tidak terjadi “pilih kasih” terhadap artis atau tokoh publik.
Rehabilitasi adalah Hak Asasi, Bukan Privilege Artis
Partai X menutup pernyataannya dengan penegasan bahwa pemulihan adalah hak universal, bukan hadiah yang diberikan pada mereka yang tenar. Jika negara hanya peduli pada selebritas, lalu siapa yang menjaga rakyat?
“Rehabilitasi adalah hak dasar warga negara, bukan sekadar bonus bagi mereka yang punya nama. Negara hadir bukan untuk menghukum rakyatnya, tetapi untuk menyehatkan dan menyelamatkan,” tegas Rinto.
Dalam Islam, pertolongan terhadap orang yang tergelincir adalah tindakan mulia dan wajib, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
“Tolonglah saudaramu yang zalim maupun yang dizalimi.”
Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana menolong orang yang zalim?”
Beliau menjawab: “Dengan mencegahnya dari kezaliman.” (HR. Bukhari)
Maka, menolong pengguna narkoba untuk pulih adalah bagian dari mencegah kezaliman terhadap diri sendiri dan orang lain.
Penutup: Jangan Hanya Hukum Pengedar, Pulihkan yang Terluka
Partai X menyerukan agar pemerintah dan DPR segera mengevaluasi total Undang-Undang Narkotika, menjadikan pendekatan pemulihan sebagai poros utama, dan menghapus kesan bahwa hukum hanya berpihak pada yang terkenal.
Semua warga, baik yang kurang mampu, tak dikenal, atau artis papan atas, berhak untuk diselamatkan. Bukan karena mereka istimewa, tetapi karena jiwa manusia itu suci dan berharga di mata Allah.