Islam Ingatkan Jabatan Adalah Amanah, Taatilah Putusan Hukum dan Hentikan Rangkap Jabatan

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id – Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XXIII/2025 secara tegas melarang rangkap jabatan bagi pejabat negara. Namun, kenyataannya di lapangan masih banyak pejabat yang menduduki dua kursi kekuasaan yaitu sebagai wakil menteri sekaligus komisaris BUMN. Situasi ini memunculkan kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk dari anggota Komisi II DPR dan Partai X.

Anggota Komisi II DPR, Muhammad Khozin, mendesak Menteri BUMN untuk segera mengevaluasi jabatan komisaris yang dirangkap oleh wakil menteri. Menurutnya, putusan MK tersebut adalah bentuk penegakan supremasi hukum dan harus dihormati sepenuhnya.

Putusan MK itu bukan hanya soal administrasi, melainkan indikator komitmen negara dalam menegakkan keadilan dan tata kelola yang bersih.

Rangkap Jabatan dan Ketidakadilan Struktural

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai rangkap jabatan adalah bentuk ketidakpatuhan terhadap hukum dan menunjukkan bahwa jabatan masih dijadikan alat kompromi kekuasaan, bukan amanah untuk melayani rakyat.

“Kalau negara serius melindungi rakyat, mestinya taat sepenuhnya pada putusan Mahkamah Konstitusi,” ujar Rinto.

Dalam ajaran Islam, kekuasaan dan jabatan adalah beban tanggung jawab, bukan hak istimewa. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya kalian akan sangat berambisi terhadap jabatan, padahal jabatan itu akan menjadi penyesalan pada hari kiamat. Jabatan itu permulaan adalah kenikmatan, dan kesudahannya adalah penyesalan.” (HR. Bukhari)

Dalam Islam, pemegang jabatan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat, dan setiap ketidakadilan dalam pelaksanaannya adalah dosa yang nyata.

Al-Qur’an: Menyerukan Keadilan dan Amanah

Rangkap jabatan tidak hanya melemahkan fungsi pelayanan publik, tetapi juga mencederai prinsip keadilan sosial. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menekankan pentingnya menjalankan amanah dan memutuskan perkara secara adil:

“Sesungguhnya, Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58)

Ayat ini bukan hanya seruan moral, melainkan landasan spiritual dan konstitusional bahwa jabatan adalah titipan yang tidak boleh disalahgunakan demi keuntungan pribadi atau kelompok.

Solusi Partai X: Bersihkan Jabatan dari Konflik Kepentingan

Untuk menanggapi praktik rangkap jabatan, Partai X mengusulkan empat langkah konkret:

  1. Uji Kelayakan dan Rekam Jejak Publik
    Semua pengangkatan jabatan publik harus melalui proses transparan yang dapat diakses masyarakat.
  2. Regulasi Internal
    Adanya ketentuan bahwa pejabat yang melanggar putusan MK diberhentikan otomatis tanpa kompromi.
  3. Audit Terbuka
    Audit menyeluruh terhadap jabatan komisaris yang kini masih dipegang oleh pejabat kementerian.
  4. Pelibatan Sipil dan Akademisi
    Pengawasan dilakukan bersama masyarakat sipil dan akademisi untuk menjamin objektivitas dan integritas.

Penutup: Jangan Jadikan Jabatan Sebagai Komoditas Kekuasaan

Partai X menegaskan bahwa pelanggaran terhadap putusan MK akan memperdalam ketidakpercayaan rakyat terhadap negara. Pemerintah harus hadir sebagai pelayan, bukan pedagang kekuasaan.

“Negara harus membela keadilan, bukan menormalisasi pelanggaran. Jangan biarkan jabatan publik dijadikan komoditas elite yang rakus,” tegas Rinto.

Dalam Islam, pemimpin bukan sekadar posisi strategis, tapi perwujudan amanah moral dan tanggung jawab sosial. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika pejabat negara masih mengabaikan perintah hukum dan prinsip keadilan, maka bukan hanya rakyat yang dirugikan, tetapi juga nilai-nilai keislaman yang mereka abaikan secara terang-terangan.

Share This Article