muslimx.id – Pemerintah berencana melanjutkan kebijakan DP nol persen untuk pembelian rumah subsidi (KPR FLPP) pada tahun 2026. Skema ini diusulkan sebagai bagian dari program 3 Juta Rumah, dengan sasaran utama peserta BPJS Ketenagakerjaan. DP sebesar ±Rp1,7 juta akan ditanggung oleh pengembang, dengan dukungan lima asosiasi perumahan, seperti Appernas Jaya, REI, dan APERSI.
Meski terdengar memudahkan, kebijakan ini kembali menuai kritik tajam dari publik. Salah satunya datang dari Partai X yang menilai kebijakan ini hanya menjadi topeng kebaikan, namun berpotensi menjerumuskan rakyat ke dalam jeratan kredit dan ilusi kepemilikan.
Islam mengajarkan bahwa perumahan adalah hak, bukan hadiah. Maka negara wajib hadir secara aktif, bukan hanya sebagai fasilitator pasar. Saat umat hidup tertekan oleh hutang rumah, itu bukan tanda keberhasilan program, melainkan tanda gagalnya pemihakan terhadap mustadh’afin.
Partai X: Skema Ekonomi Jangan Dijadikan Alat Tipu Daya
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R. Saputra, menyatakan bahwa pemerintah harus jujur terhadap dampak jangka panjang dari skema ini. DP nol persen bisa tampak seperti solusi instan, tetapi menyimpan potensi beban utang bagi masyarakat kecil yang belum stabil secara finansial.
“Umat butuh rumah, bukan ilusi milik yang berujung gagal bayar,” tegasnya.
“Jangan jadikan rakyat kelinci percobaan untuk menambal kegagalan program sebelumnya.”
Partai X menyayangkan pendekatan pasar terhadap hak dasar rakyat seperti perumahan. Rakyat diposisikan sebagai konsumen, bukan sebagai penerima amanah negara.
“Rumah bukan barang dagangan biasa. Ia menyangkut stabilitas keluarga dan martabat hidup umat,” ujar Prayogi.
Skema rumah subsidi seharusnya dibangun dengan landasan nilai syariah: adil, tidak memberatkan, serta bebas dari praktik riba, tipu daya, atau eksploitasi.
Islam dan Kewajiban Menyediakan Hunian Layak
Dalam Islam, perumahan adalah bagian dari kebutuhan pokok manusia (dharuriyyat). Maka negara berkewajiban menjamin pemenuhan kebutuhan dasar, termasuk tempat tinggal, secara adil dan tidak memaksa rakyat pada sistem yang menjebak mereka dalam utang.
Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56)
Program yang tampak membantu, tetapi menciptakan krisis sosial dan ketimpangan ekonomi, tergolong bentuk kerusakan yang ditolak dalam syariat.
Solusi Islam: Kepemilikan Kolektif dan Keadilan Tanpa Riba
Partai X mengusulkan perombakan total pendekatan negara terhadap hunian rakyat, dengan skema yang sejalan dengan maqashid syariah:
- Kepemilikan Berbasis Komunitas (Koperasi Syariah)
Rumah dibangun secara kolektif, dikelola oleh koperasi pekerja berbasis nirlaba. - Audit Syariah terhadap FLPP dan Program 3 Juta Rumah
Memastikan tidak ada unsur riba, manipulasi, atau beban tersembunyi dalam skema pembiayaan. - Subsidi Berbasis Keadilan, Bukan Branding
Pemerintah harus memprioritaskan hak atas tanah wakaf, lahan negara, dan dana zakat untuk mendukung hunian layak. - Pendidikan Literasi Keuangan Syariah
Rakyat perlu dibekali pemahaman agar tidak terjebak pada skema kredit konsumtif atau cicilan yang tidak mampu dibayar.
Penutup: Negara Harus Berlaku Amanah terhadap Hak Rakyat
Islam mengingatkan bahwa pemimpin adalah penggembala yang akan ditanya atas amanahnya. Hunian bukan sekadar tempat tinggal, tetapi fondasi ketenangan dalam keluarga dan ibadah.
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Maka, ketika kebijakan perumahan justru menciptakan keresahan, ketidakpastian, dan jeratan cicilan jangka panjang, pemerintah telah gagal dalam menjaga amanah.