Menyamakan Pajak dengan Zakat: Sesat Pikir yang Menyesatkan Umat Islam

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.idPernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 13 Agustus 2025 memicu gelombang kritik luas. Ia menyamakan pajak dengan zakat dan wakaf, menyebut keduanya sebagai cara menyalurkan hak orang lain. Ucapan ini disampaikan di forum ekonomi syariah, sebuah panggung strategis untuk mempengaruhi opini publik umat.

Banyak pihak menilai, ini bukan sekadar salah ucap, melainkan framing yang sengaja dirancang. Dengan menyamakan pajak dan zakat, pemerintah mencoba memberi legitimasi moral-religius pada kebijakan pajak yang kerap dianggap memberatkan dan rawan penyalahgunaan. Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia, Rinto Setiyawan, menegaskan narasi ini adalah bentuk manipulasi publik.

Zakat: Kewajiban Suci dengan Aturan Tetap dalam Islam

Zakat adalah ibadah yang jelas diatur dalam syariat. Perhitungannya sederhana, penerimanya terdata, dan distribusinya transparan. Zakat harta 2,5%, zakat pertanian 5–10%, zakat tambang 20%, dan zakat fitrah satu sha’ makanan pokok. Semua ketentuan ini telah berlaku sejak zaman Rasulullah SAW dan tidak berubah mengikuti kepentingan kelompok.

Tujuan zakat adalah membersihkan harta dan membantu yang membutuhkan. Zakat tidak memiliki ruang untuk penyalahgunaan, karena penyalurannya langsung kepada mustahik sesuai hukum Islam.

Pajak di Indonesia jauh berbeda dengan zakat. Ada ribuan aturan dan puluhan ribu pasal, sebagian tumpang tindih dan membingungkan rakyat. Celah penafsiran memberi ruang penyalahgunaan oleh aparat dan penguasa kekuasaan.

Pajak kerap dijadikan alat menutup defisit APBN akibat pemborosan anggaran dan program populis bernilai ratusan triliun. Tahun 2025, pemerintah harus membayar utang jatuh tempo lebih dari Rp800 triliun, sementara rakyat menjadi sumber dana tercepat.

Peringatan Hadis Nabi SAW Tentang Pajak Zalim

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang mengambil pajak secara zalim” (HR. Abu Dawud).

Hadis ini menggarisbawahi bahwa pemungutan pajak yang tidak adil, memberatkan rakyat, atau digunakan untuk kepentingan yang salah adalah perbuatan yang berdampak buruk di akhirat. Kata “zalim” menekankan adanya pelanggaran terhadap prinsip keadilan yang menjadi dasar dalam ajaran Islam.

Riwayat dari Hisyam bin Hakim bin Hizam, ia melihat orang-orang di Syam dijemur di bawah terik matahari karena pajak. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah akan menyiksa orang-orang yang menyiksa orang lain di dunia” (HR. Muslim).

Hadis ini memberi peringatan keras bahwa pajak tidak boleh menjadi sarana penindasan. Hukuman di dunia yang kejam terhadap rakyat karena masalah pajak diibaratkan sebagai kezaliman yang akan mendapat balasan di akhirat.

Dalam hadis lain, Rasulullah SAW mengingatkan: “Tidak akan masuk surga orang yang menarik sesuatu tanpa hak.”

Hadis ini berlaku umum, meliputi semua bentuk pungutan yang tidak memiliki landasan keadilan dan legitimasi syar’i. Pajak yang dipungut tanpa transparansi, tanpa manfaat jelas bagi rakyat, atau melebihi kemampuan mereka, masuk kategori “tanpa hak” menurut hadis ini.

Solusi Partai X: Pajak Harus Meniru Prinsip Zakat

Partai X menegaskan, jika pemerintah ingin memberi nilai moral pada pajak, maka prinsip zakat harus menjadi rujukan. Tarif pajak harus jelas, perhitungannya sederhana, penerima manfaat terdata, dan distribusinya transparan tanpa kebocoran.

Aturan yang tumpang tindih harus dihapus, celah korupsi ditutup, dan semua penerimaan harus kembali kepada rakyat. Pajak tidak boleh dijadikan alat kekuasaanatau solusi instan atas salah urus keuangan negara.

Selama prinsip zakat belum diterapkan dalam sistem pajak, penyamaan keduanya hanyalah propaganda yang menyesatkan umat dan mencederai prinsip Islam.

Share This Article