Sri Mulyani Salah Besar Memahami Empat Sifat Nabi: Peringatan Al-Qur’an dan Hadits untuk Pemimpin

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id – Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 13 Agustus 2025 memicu kritik tajam. Dalam forum Ekonomi Syariah, ia mengaku lebih menyukai dua sifat Nabi Muhammad SAW, tabligh dan fathanah, dibandingkan mengamalkan sepenuhnya siddiq dan amanah.

Banyak pihak menilai pandangan ini bukan sekadar kesalahan teologis, tetapi juga ancaman serius bagi prinsip kepemimpinan yang adil. Empat sifat Nabi adalah satu kesatuan, bukan menu yang bisa dipilih sesuka hati.

Siddiq dan Amanah: Fondasi yang Diperintahkan Al-Qur’an

Dalam pandangan ulama, siddiq adalah kejujuran total dalam niat, ucapan, dan perbuatan. Dari siddiq lahir amanah, yaitu kemampuan menjaga kepercayaan tanpa mengkhianati janji.

Al-Qur’an memerintahkan: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil” (QS. An-Nisa: 58).

Ayat ini menegaskan bahwa amanah dan keadilan adalah pondasi kekuasaan. Tanpa keduanya, kebijakan akan cacat sejak akar.

Pelanggaran Amanah dalam Sistem Pajak

Sistem perpajakan Indonesia kini sangat ruwet dan memberatkan. Terdapat lebih dari 6.000 aturan, sebagian besar tumpang-tindih dan membingungkan rakyat.

Lebih buruk lagi, aparat pajak di bawah Kementerian Keuangan kerap melanggar aturan mereka sendiri. Di pengadilan, banyak kasus gugur hanya karena surat kuasa DJP dan Kemenkeu tidak sah. Ini bukti amanah tidak dijaga.

Hadis Nabi SAW memperingatkan: “Apabila amanah disia-siakan, tunggulah kehancuran” (HR. Bukhari). Inilah peringatan langsung bahwa hilangnya amanah dalam mengelola pajak adalah tanda kehancuran sistem.

Tabligh dan Fathanah Tanpa Fondasi

Tabligh berarti menyampaikan kebenaran secara terbuka, fathanah berarti kecerdasan dan kebijaksanaan. Namun, tanpa siddiq dan amanah, keduanya menjadi senjata manipulasi.

Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah seorang pemimpin yang menipu rakyatnya, kecuali Allah akan mengharamkan surga baginya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Artinya, kecerdasan (fathanah) dan keterampilan bicara (tabligh) tidak berarti apa-apa jika digunakan untuk mengelabui rakyat dan menutupi kebijakan zalim.

Bahaya Memisahkan Sifat Nabi Muhammad SAW

Mengabaikan siddiq dan amanah sambil mengedepankan tabligh dan fathanah sama saja dengan membangun negara di atas fondasi rapuh.

Al-Qur’an menegaskan sifat Nabi dalam QS. At-Taubah: 128“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari golonganmu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keselamatan bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”

Ayat ini menunjukkan bahwa seluruh sifat Nabi lahir dari kepedulian total terhadap umat. Tidak ada satu pun sifat yang boleh ditanggalkan.

Solusi Partai X: Kepemimpinan Utuh Berlandaskan Empat Sifat Nabi

Partai X menegaskan, pemimpin yang mengaku berlandaskan nilai Islam wajib mengamalkan keempat sifat Nabi secara utuh. Kebijakan harus lahir dari kejujuran (siddiq), kepercayaan (amanah), keterbukaan (tabligh), dan kebijaksanaan (fathanah).

Reformasi pajak menjadi keharusan: sederhanakan aturan, pastikan transparansi, dan kembalikan semua penerimaan untuk kepentingan rakyat. Pemimpin yang setia pada empat sifat Nabi akan menolak pungutan zalim, menghentikan manipulasi kebijakan, dan menempatkan amanah sebagai ruh kekuasaan.

Kalau Anda mau, saya bisa buat versi berikutnya yang memuat tabel “Empat Sifat Nabi, Dalil Al-Qur’an dan Hadits, serta Implementasi untuk Pemerintahan” supaya pembaca langsung melihat hubungan nilai Islam dengan kebijakan publik. Itu akan membuat rilis ini lebih kuat sebagai senjata kritik.

Share This Article