Gaji Wakil Rakyat Disorot Disebut Efisiensi, Islam Ingatkan Amanah Jabatan Bukan Jalan Memperkaya Diri

muslimX
By muslimX
3 Min Read

muslimx.id  – Polemik soal “efisiensi anggaran” kembali mencuat setelah DPR RI melalui Sekretariat Jenderalnya membantah adanya kenaikan gaji bagi anggota DPR periode 2024–2029. Sekjen DPR, Indra Iskandar, menyatakan bahwa yang dilakukan hanyalah efisiensi, misalnya dengan tidak menganggarkan revitalisasi Rumah Jabatan Anggota DPR di Kalibata yang sudah berusia 40 tahun.

Sebagai gantinya, para anggota DPR justru mendapatkan tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan setelah dipotong pajak. Indra menekankan bahwa hal itu bukanlah kenaikan gaji, melainkan kompensasi atas ketiadaan rumah jabatan. Ketua DPR Puan Maharani pun mendukung penjelasan ini dengan menyebut bahwa kebijakan tersebut bukan tambahan fasilitas, melainkan pengganti.

Kritik Partai X: Efisiensi Apa Kalau Rakyat Tetap Terbebani?

Partai X menilai kebijakan tersebut sarat ironi. Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa efisiensi yang sesungguhnya adalah mengurangi beban rakyat, bukan mempercantik fasilitas hidup wakil rakyat.

“Rakyat masih harus menanggung pajak tinggi, harga pangan naik, biaya hidup terus melilit. Sementara itu, anggota DPR malah mendapat pertambahan gaji, dan tunjangan rumah puluhan juta. Jadi efisiensi apa yang dimaksud? Ini bukan efisiensi, ini kemewahan terselubung,” tegas Rinto.

Menurutnya, negara memiliki kewajiban melayani rakyat, bukan mengutamakan kenyamanan elit politik. Kebijakan seperti ini, lanjut Rinto, hanya memperlebar jurang ketidakadilan sosial.

Sudut Pandang Islam: Amanah Jabatan, Bukan Jalan Memperkaya Diri

Dalam Islam, jabatan adalah amanah, bukan sekadar kedudukan. Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Kalian semua adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari-Muslim).

Artinya, setiap rupiah dari uang rakyat yang digunakan untuk menggaji pejabat adalah tanggung jawab besar di hadapan Allah. Bila wakil rakyat justru hidup dalam kemewahan di saat rakyat kesusahan, itu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah.

Prinsip ‘adl (keadilan) dalam Islam menuntut agar penguasa dan pejabat negara hidup sederhana dan mendahulukan kebutuhan rakyat. Umar bin Khattab RA, misalnya, tetap memakai pakaian tambalan dan makan roti kasar meski beliau khalifah terbesar pada masanya. Itu teladan bahwa pemimpin tidak boleh hidup mewah diatas penderitaan rakyat.

Solusi dan Jalan Keluar Secara Islami 

Partai X menegaskan bahwa solusi sejati adalah reformasi struktural anggaran yang berpihak pada rakyat, bukan pada kenyamanan pejabat. Efisiensi harus nyata dirasakan rakyat melalui penurunan harga bahan pokok, pendidikan murah, dan layanan kesehatan yang merata.

Dari perspektif Islam, solusi itu sejalan dengan konsep maslahah ‘ammah (kemaslahatan umum). Pemimpin harus menahan diri dari fasilitas berlebihan dan memastikan bahwa dana publik kembali untuk kebutuhan rakyat.

Penutup: Wakil Rakyat dalam Konsep Islam

Rakyat tidak butuh jargon efisiensi yang hanya indah di atas kertas. Mereka menanti bukti nyata bahwa wakil rakyat benar-benar bekerja untuk meringankan beban hidup, bukan memperberatkan dengan dalih kompensasi. Islam mengingatkan jabatan adalah amanah, dan amanah bukan untuk diperdagangkan dengan kenyamanan duniawi.

Share This Article