muslimx.id – Polemik pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) terus menuai kritik. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, membantah tudingan bahwa pembahasan RUU tersebut minim partisipasi publik. Ia mengklaim Komisi Hukum telah mendengar masukan dari 53 pihak, serta ribuan daftar inventarisasi masalah (DIM) yang disebut sebagai wujud aspirasi masyarakat.
Namun, koalisi masyarakat sipil menilai klaim itu tidak mencerminkan keterlibatan bermakna. Banyak pasal justru memperlemah prinsip perlindungan hak asasi manusia, terutama terkait izin hakim dalam penangkapan dan penahanan. Celah “keadaan mendesak” yang ditentukan penyidik dinilai berpotensi melegitimasi pelanggaran HAM.
Pandangan Islam: Hukum Harus Tegak dengan Keadilan
Dalam Islam, hukum bukanlah alat penguasa, melainkan sarana menegakkan keadilan dan melindungi manusia. Al-Qur’an menegaskan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58)
Ayat ini menegaskan, setiap penyusunan dan penegakan hukum adalah amanah yang wajib dilaksanakan dengan prinsip keadilan. Jika hukum hanya menjadi produk pejabat tanpa melibatkan rakyat, maka hukum kehilangan ruhnya dan berubah menjadi instrumen kezaliman.
Rasulullah SAW juga mengingatkan:
“Pemimpin yang paling dicintai Allah adalah pemimpin yang mencintai rakyatnya, dan rakyat yang mencintai pemimpinnya. Sedangkan pemimpin yang paling dibenci Allah adalah pemimpin yang membenci rakyatnya, dan rakyat yang membenci pemimpinnya.” (HR. Tirmidzi)
Hadits ini menjadi penegasan bahwa hubungan antara hukum, pemimpin, dan rakyat harus dibangun di atas cinta, keadilan, dan amanah, bukan kekuasaan sepihak.
Kritik dan Solusi dari Partai X
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyatakan bahwa hukum tanpa rakyat hanyalah instrumen kekuasaan. “Tugas negara jelas, melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika DPR gagal menghadirkan ruang dialog bermakna, maka hukum berubah menjadi alat penindasan,” tegasnya.
Partai X mendorong agar RUU KUHAP direvisi dengan melibatkan forum rakyat terbuka bersama akademisi, masyarakat sipil, dan korban kriminalisasi. Selain itu, pengawasan independen oleh hakim pengawas harus diperkuat agar tindakan paksa tidak disalahgunakan aparat.
Penutup
Islam menegaskan bahwa hukum sejati adalah hukum yang berpihak pada keadilan rakyat. Partisipasi rakyat bukanlah formalitas, tetapi inti dari penegakan hukum yang adil. Bila hukum disusun tanpa mendengar suara rakyat, maka ia kehilangan keberkahan dan hanya akan melahirkan otoritarianisme baru.
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Maidah: 8)
Maka jelaslah, hukum tanpa rakyat bukanlah keadilan, melainkan penyimpangan dari amanah Ilahi.