muslimx.id – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi tuntutan 17+8 yang disuarakan sejumlah kelompok masyarakat usai dirinya dilantik Presiden Prabowo Subianto menggantikan Sri Mulyani, Senin, 8 September 2025. Purbaya menilai gerakan tersebut tidak sepenuhnya mewakili suara seluruh rakyat. Menurutnya, aspirasi itu hanya datang dari sebagian kecil masyarakat yang merasa kehidupannya terganggu.
Pernyataan itu menuai kritik karena dinilai meremehkan keresahan rakyat. Faktanya, 17+8 Tuntutan Rakyat lahir dari situasi nyata yaitu kebijakan ekonomi yang dinilai berat sebelah, beban fiskal yang menghimpit, serta kesejahteraan rakyat yang makin terpinggirkan. Ucapan yang terkesan retoris justru memperlebar jurang antara penguasa dan rakyat yang seharusnya dilayani.
Islam Tegaskan Pemimpin Wajib Amanah
Dalam pandangan Islam, aspirasi rakyat bukanlah gangguan, melainkan amanah yang harus dijaga. Allah ﷻ berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58).
Ayat ini menegaskan bahwa kekuasaan dan jabatan bukanlah milik pribadi pejabat, melainkan titipan Allah yang wajib digunakan untuk menegakkan keadilan. Mengabaikan suara rakyat sama artinya mengkhianati amanah yang kelak dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini memperingatkan bahwa seorang pejabat, termasuk menteri, tidak boleh memandang remeh aspirasi rakyat sekecil apa pun, karena semua itu adalah amanah yang akan ditanya di akhirat.
Gerakan 17+8 harus dipandang sebagai peringatan sekaligus pengingat bahwa negara belum sepenuhnya menjalankan kewajibannya. Dalam Islam, pemimpin diperintahkan untuk melindungi, melayani, dan menyejahterakan rakyat. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR. Abu Dawud).
Artinya, jabatan menteri maupun presiden adalah amanah untuk menjadi pelayan rakyat, bukan untuk beretorika atau menolak suara rakyat dengan alasan jumlahnya sedikit.
Penutup: Retorika Bukan Jalan, Amanah Harus Dijaga
Retorika pejabat tanpa tindakan nyata hanya akan menambah kekecewaan publik dan memperkuat krisis kepercayaan. Islam mengingatkan, amanah kepemimpinan adalah perkara besar yang jika dikhianati akan membawa kehancuran. Negara wajib menempatkan aspirasi rakyat sebagai dasar kebijakan, bukan sekadar wacana.
Suara rakyat baik mayoritas maupun minoritas adalah amanah yang harus dijaga dengan adil. Seorang pemimpin yang menutup telinga dari suara rakyat, sejatinya sedang menutup jalan keselamatan dirinya sendiri di dunia dan akhirat.