muslimx.id – Kementerian Hukum dan HAM resmi mengesahkan kepengurusan DPP PDIP periode 2025–2030. SK yang diserahkan oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tersebut menandai sahnya struktur baru partai di bawah Megawati Soekarnoputri. Namun, di balik pengesahan itu, pertanyaan besar muncul: apakah rakyat merasakan perubahan atau hanya menjadi saksi dari pergantian pejabat semata?
Islam Ingatkan Esensi Kepemimpinan
Dalam Islam, kepemimpinan bukan sekadar jabatan, tetapi amanah yang kelak dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Al-Qur’an menegaskan:
“Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan, dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 42)
Ayat ini mengingatkan bahwa kekuasaan tanpa kejujuran dan keberpihakan pada rakyat hanyalah fatamorgana.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menjadi peringatan bahwa pejabat yang hanya mengejar posisi tanpa mengurus nasib rakyat sesungguhnya sedang menyiapkan beban hisab yang berat di akhirat.
Bagi rakyat, pengesahan kepengurusan partai hanyalah ritual kekuasaan. Pergantian wajah pejabat tidak otomatis mengubah harga kebutuhan pokok, membuka lapangan kerja, atau memberikan kepastian hukum. Selama sistem tetap dikuasai oleh kepentingan kelompok, derita rakyat hanya berganti musim tanpa solusi.
Islam menekankan bahwa keadilan adalah pilar utama kepemimpinan. Tanpa keadilan, kekuasaan hanyalah bayang-bayang kosong yang melanggengkan penderitaan.
Jalan Keluar: Kepemimpinan yang Amanah
Solusi yang ditawarkan nilai Islam jelas:
- Kepemimpinan harus menjadi amanah, bukan sarana memperkaya diri atau kelompok.
- Kebijakan harus berpihak pada rakyat, terutama fakir miskin, yatim, dan kaum lemah sebagaimana diperintahkan dalam QS. Al-Ma’un.
- Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi fondasi, agar rakyat tidak terus ditipu janji-janji kosong.
Pengesahan PDIP 2025–2030 bisa saja sah secara hukum, namun Islam bertanya: apakah penderitaan rakyat ikut berubah? Jika tidak, maka itu hanyalah formalitas yang jauh dari semangat amanah. Kekuasaan dalam Islam adalah ujian, bukan privilese.
Hanya dengan keadilan, kejujuran, dan keberpihakan pada rakyat, sebuah pemerintahan layak disebut amanah. Tanpa itu, ia hanyalah kursi yang memperberat hisab pemiliknya di hadapan Allah kelak.