muslimx.id — DPR tengah membahas revisi Undang-Undang BUMN. Salah satu isu krusial adalah wacana mengembalikan status direksi dan komisaris BUMN sebagai penyelenggara negara. Pasal 9G UU 1/2025 sempat mengatur pejabat BUMN bukan penyelenggara negara. Hal itu menuai polemik karena kerugian perusahaan pelat merah tidak dianggap sebagai kerugian negara. Akibatnya, penanganan hukum kasus korupsi di BUMN menjadi kabur.
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menegaskan direksi dan komisaris BUMN tetap bisa diproses hukum bila melakukan korupsi. Namun publik menilai aturan yang kabur sering dimanfaatkan sebagai celah hukum. Partai X menilai hal ini bukti bahwa pemerintah sering lupa esensi hukum: keadilan untuk rakyat.
Islam Tegaskan Hukum Harus Tegak
Dalam Islam, hukum adalah amanah yang tidak boleh dipermainkan. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8).
Ayat ini menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan secara adil, tanpa memihak dan tanpa celah yang bisa dimanfaatkan oleh mereka yang berkuasa. Celah hukum dalam pengaturan BUMN justru membuka jalan bagi ketidakadilan yang merugikan rakyat.
Pemimpin Bertanggung Jawab di Hadapan Allah
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu binasa karena jika ada orang terpandang mencuri, mereka biarkan. Tetapi jika yang mencuri adalah orang lemah, mereka tegakkan hukum atasnya. Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa hukum tidak boleh tebang pilih. Bila pejabat atau direksi BUMN melakukan korupsi, maka mereka pun harus diperiksa dan dihukum. Jika hukum hanya tajam ke rakyat tetapi tumpul kepada pejabat, itu adalah bentuk kezhaliman yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Hukum untuk Melindungi Rakyat
Islam menempatkan hukum sebagai penjaga keadilan sosial. Rasulullah SAW bersabda:
“Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka, pejabat yang diberi amanah mengelola BUMN tidak boleh kebal hukum. Revisi UU BUMN harus mempertegas posisi mereka sebagai penyelenggara negara agar KPK dan aparat penegak hukum bisa menindak tegas praktik korupsi.
Revisi UU BUMN memang langkah penting. Namun Islam mengingatkan, hukum bukan milik pejabat atau penguasa, melainkan amanah Allah untuk menegakkan keadilan. Jika hukum dijalankan dengan benar, rakyat akan terlindungi. Sebaliknya, bila hukum dibiarkan longgar dan dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu, maka rakyatlah yang akan menanggung akibatnya, dan pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.