Kementerian Haji Mitra DPR, Islam Serukan Haji Amanah, Bukan Proyek Kekuasaan

muslimX
By muslimX
3 Min Read

muslimx.id – DPR RI resmi menetapkan Kementerian Haji dan Umrah sebagai mitra kerja Komisi VIII DPR. Keputusan ini lahir dari rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, setelah adanya surat resmi dari Menteri Haji dan Umrah kepada DPR. Dengan keputusan tersebut, urusan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah kini berada dalam kerangka kemitraan baru. Namun, Islam mengingatkan, kemitraan ini jangan sampai menjadi ruang proyek kekuasaan, melainkan amanah besar untuk melayani umat.

Islam: Haji Adalah Amanah

Al-Qur’an menegaskan pentingnya menjaga amanah:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil…” (QS. An-Nisa: 58).

Ayat ini menegaskan bahwa urusan rakyat, termasuk pelayanan ibadah haji, adalah amanah yang wajib dijalankan dengan penuh keadilan dan tanggung jawab. Rasulullah SAW juga bersabda: 

“Pemimpin adalah penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kritik dari Perspektif Islam

Haji adalah ibadah suci, bukan ruang untuk mengeruk keuntungan. Jika kemitraan DPR dan Kementerian Haji hanya dijadikan proyek atau pembagian anggaran, maka nilai ibadah ini akan ternodai. Islam menolak segala bentuk penyimpangan dana umat. Rakyat berhak mendapatkan pelayanan haji yang layak, adil, dan transparan tanpa beban biaya berlebihan.

Dalam pandangan Islam, pejabat hanyalah pelayan umat, bukan penguasa atas umat. Setiap rupiah dana haji adalah titipan amanah jamaah yang harus digunakan sebaik-baiknya. Sejahtera tidak hanya berarti terpenuhi kebutuhan materi, tetapi juga kebutuhan spiritual rakyat untuk beribadah dengan tenang.

Solusi Islami

Islam menawarkan langkah konkret agar haji terjaga dari praktik proyek kekuasaan:

  1. Transparansi penuh dana haji, diaudit terbuka dan diumumkan kepada publik.
  2. Pengawasan rakyat dan ulama, agar pengelolaan haji berjalan sesuai syariat dan etika.
  3. Digitalisasi pelayanan, demi meminimalkan pungli dan praktik kotor birokrasi.
  4. Musyawarah lintas lembaga, untuk memastikan haji menjadi pelayanan kolektif, bukan ruang kepentingan individu.
  5. Pendidikan amanah bagi pejabat, agar selalu sadar bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Islam menegaskan, haji adalah ibadah, bukan proyek. Kementerian Haji dan DPR harus memastikan kemitraan ini berpihak pada jamaah, bukan pada kepentingan segelintir pejabat kekuasaan. Jika rakyat masih terbebani biaya mahal dan pelayanan buruk, maka amanah itu telah dikhianati. Negara yang adil adalah negara yang menghadirkan pelayanan ibadah suci dengan penuh amanah dan transparansi, karena pejabat hanyalah pelayan rakyat yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Share This Article