muslimx.id – Pemerintah melalui Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mengumumkan keberhasilan menyalurkan dana hasil penempatan pemerintah senilai Rp200 triliun ke berbagai sektor produktif. Langkah ini diklaim sebagai strategi mendorong pertumbuhan ekonomi nasional serta memperkuat perbankan dalam menghadapi tekanan global.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menyebut penyaluran tersebut berjalan sukses.
“Awalnya ragu, tapi sekarang malah minta tambah,” ujarnya.
Bank Mandiri menjadi penyalur tercepat dengan 74% realisasi, disusul BRI 62%, BNI 50%, BSI 55%, dan BTN 19%.
Namun di tengah laporan keberhasilan itu, rakyat belum merasakan perubahan signifikan. Harga pangan masih tinggi, lapangan kerja tetap sempit, dan petani terus berjuang mencari pupuk.
Islam Ingatkan: Angka Tak Bernilai Jika Tak Menjadi Manfaat
Dalam pandangan Islam, keberhasilan ekonomi tidak diukur dari naiknya grafik, melainkan dari manfaat yang dirasakan umat. Allah berfirman dalam QS. Al-Hasyr [59]: 7:
“…agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
Ayat ini menegaskan bahwa distribusi kekayaan harus adil dan inklusif. Ketika dana triliunan rupiah hanya berputar di bank dan korporasi besar tanpa menyentuh petani, buruh, dan UMKM, maka ekonomi itu telah kehilangan ruh kemanusiaannya.
Maka pejabat publik, menteri, hingga direksi bank milik negara wajib memahami bahwa setiap rupiah dari dana publik adalah amanah. Menyelewengkannya, menumpuknya di lembaga finansial tanpa manfaat bagi rakyat, sama saja mengkhianati amanah Allah.
Negara sejatinya ibarat perahu, dan rakyat adalah penumpangnya. Ketika nakhoda sibuk menghitung emas di kabin, sementara penumpang tenggelam di gelombang kesulitan, maka seluruh kapal akan karam bersama.
Partai X: Dana Publik Jangan Jadi Panggung Keberhasilan Palsu
Menanggapi laporan tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menegaskan bahwa setiap kebijakan ekonomi negara harus berdampak langsung bagi rakyat.
“Rakyat tidak hidup dari persentase penyaluran kredit, tapi dari hasil nyata di lapangan,” tegas Rinto.
Ia mengingatkan bahwa tugas negara itu tiga melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Menurutnya, pemerintah selama ini terlalu sibuk memamerkan angka makro tanpa memperhatikan kesejahteraan mikro
“Jika Rp200 triliun disalurkan ke sektor produktif, tunjukkan di mana kesejahteraan rakyatnya meningkat,” ujarnya.
Solusi: Ekonomi yang Berorientasi pada Keadilan Umat
Ada empat langkah kunci yang digariskan oleh prinsip syariah:
- Tata Kelola Amanah:
Setiap dana publik harus memiliki niat sosial bukan hanya efisiensi fiskal. Laporan bank harus disertai dampak nyata di masyarakat. - Transparansi dan Akuntabilitas:
Islam memerintahkan pencatatan transaksi secara jelas agar tidak ada manipulasi dalam pengelolaan dana. - Keadilan Distribusi:
Kebijakan fiskal harus memastikan dana negara tidak hanya menguntungkan segelintir korporasi, tapi juga mensejahterakan petani, nelayan, dan pelaku UMKM. - Musyawarah Nasional Umat:
Melibatkan ulama, ekonom, dan tokoh masyarakat untuk merancang arah pembangunan berbasis kemaslahatan, bukan kepentingan modal.
Penutup: Ekonomi Tanpa Iman Hanya Akan Jadi Ilusi
Ketika kebijakan fiskal kehilangan niat ibadah, ekonomi berubah menjadi mesin tanpa nurani. Islam mengingatkan bahwa kemakmuran bukan diukur dari saldo negara, tetapi dari kedamaian sosial dan keadilan di hati rakyat. Allah berfirman dalam QS. Al-A’raf [7]: 96:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…”
Artinya, keberkahan ekonomi hanya datang jika amanah dijaga dan keadilan ditegakkan. Maka, jangan banggakan dana Rp200 triliun jika rakyat belum tersenyum. Karena dalam pandangan Islam, ekonomi sejati bukan soal angka di papan bank tetapi tentang seberapa jauh manusia saling menolong untuk hidup dengan bermartabat.