muslimx.id – Untuk pertama kalinya dalam sejarah, pasokan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) melimpah menembus 4,2 juta ton, dan produksi nasional diproyeksikan mencapai 34 juta ton di akhir 2025.
Pemerintah bahkan menggelontorkan dana Rp 5 triliun untuk membangun gudang baru Bulog, dengan tujuan menjaga ketahanan pangan dan optimalisasi penyimpanan beras nasional.
Namun, di tengah angka yang melimpah itu, rakyat masih mengeluh. Harga beras belum turun, dan akses pangan murah tetap sulit dijangkau. Pemerintah berbangga dengan gudang baru, sementara banyak warga yang masih harus menahan lapar di rumah.
Partai X: Negara Tak Boleh Bangga di Atas Lapar Rakyat
Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa tugas negara bukan sekadar membangun infrastruktur pangan, tapi memastikan rakyat benar-benar bisa makan.
“Kalau beras melimpah tapi rakyat masih lapar, artinya ada yang salah dengan cara negara bekerja,” ujarnya tegas.
Menurutnya, hari ini negara terjebak dalam logika proyek dan bukan logika pelayanan. Gudang baru boleh megah, tapi kalau isi dapur rakyat kosong, maka itu hanyalah pameran statistik, bukan kebijakan kemanusiaan.
“Negara bukanlah rezim, dan rezim bukanlah negara. Pemerintah harus sadar bahwa mandat utamanya bukan memperbanyak aset, tapi memastikan rakyat hidup layak,” tambahnya.
Pandangan Islam: Keadilan Pangan Adalah Amanah Kepemimpinan
Dalam Islam, pangan dan kesejahteraan rakyat adalah amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Al-Qur’an menegaskan:
“Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (QS. Al-Isra: 26)
Ayat ini bukan hanya bicara soal sedekah, tetapi juga soal distribusi keadilan ekonomi dan moral negara. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah seorang pemimpin yang menipu rakyatnya, melainkan Allah akan haramkan surga baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kata menipu rakyat dalam konteks ini bukan sekadar kebohongan verbal, tapi juga bentuk pengelolaan yang tidak adil seperti ketika gudang penuh tapi perut rakyat tetap kosong.
Islam tidak menilai kekuatan negara dari tumpukan cadangan berasnya, tetapi dari bagaimana beras itu sampai ke meja makan rakyat miskin.
Solusi: Pangan Rakyat, Bukan Pamer Produksi
Partai X menilai perlu langkah korektif melalui sistem pengelolaan pangan berbasis prinsip kemandirian rakyat dan transparansi. Pemerintah harus memastikan:
- Bulog berfungsi sebagai penjaga kedaulatan pangan, bukan alat kekuasaan anggaran. Pengawasan harus berbasis digital, dengan audit terbuka agar rakyat tahu kemana beras disalurkan.
- Pemisahan yang jelas antara kepentingan negara dan kepentingan pemerintah agar kebijakan pangan tak dijadikan alat pencitraan.
- Transformasi birokrasi pangan menuju model efisien, digital, dan akuntabel, agar distribusi sampai langsung ke warga miskin tanpa perantara rente.
Penutup: Islam Menyeru Keadilan Sebelum Kemakmuran
Islam mengajarkan bahwa kemakmuran tanpa keadilan hanyalah fatamorgana. Negara yang bangga pada tumpukan beras, tapi membiarkan rakyatnya kelaparan, sejatinya telah kehilangan makna amanah. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Negara yang adil bukan yang punya gudang besar, tapi yang rakyatnya tidak takut lapar. Sebab dalam pandangan Islam, gizi dan keadilan adalah bagian dari ibadah sosial dan seorang pemimpin sejati bukan yang membanggakan data, tetapi yang menenangkan perut rakyatnya.