RKAB Baru, Islam Ingatkan: ESG Bukan Hanya Omongan, Tapi Amanah dari Allah untuk Menjaga Bumi

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi memberlakukan Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2025 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahunan bagi sektor pertambangan. Regulasi ini diharapkan menjadi momentum memperkuat tanggung jawab lingkungan serta penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam kegiatan tambang nasional.

Anggota Komisi XII DPR RI, Dewi Yustisiana, menilai reklamasi tambang tidak boleh lagi sekadar formalitas administratif. “ESG kini bukan pilihan, tapi kebutuhan untuk menjaga daya saing nasional,” ujarnya.

Namun, di lapangan, penerapan prinsip ESG sering kali berhenti pada laporan dan seremoni. Alam tetap rusak, masyarakat sekitar tambang tetap miskin, dan keadilan ekologis belum juga hadir.

Islam Ingatkan: Menjaga Alam Adalah Amanah, Bukan Pilihan

Dalam pandangan Islam, manusia diciptakan bukan untuk mengeksploitasi bumi, melainkan menjaganya. Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā berfirman:

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A‘rāf: 56)

Ayat ini menjadi fondasi etik bahwa setiap kebijakan lingkungan termasuk RKAB dan prinsip ESG harus berlandaskan pada tanggung jawab moral kepada Sang Pencipta.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:

“Dunia ini hijau dan indah, dan sesungguhnya Allah menjadikan kamu sebagai khalifah di dalamnya. Maka Allah akan melihat bagaimana kamu berbuat.” (HR. Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa setiap bentuk pengelolaan sumber daya alam akan dipertanggungjawabkan. Menambang, menebang, atau membangun harus diiringi dengan kesadaran menjaga keseimbangan alam.

Kritik: ESG Jangan Jadi Pencitraan, Tapi Bukti Keimanan

Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, mengingatkan bahwa RKAB dan prinsip ESG tanggung jawab lingkungan tanpa keberpihakan kepada rakyat adalah bentuk kemunafikan kebijakan.

“Negara punya tiga tugas utama melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Prinsip itu seharusnya menjadi roh ESG,” ujarnya.

Ia menegaskan, pelibatan masyarakat lokal dalam reklamasi harus menjadi kewajiban, bukan sekadar simbol partisipasi.

Maka keberhasilan ESG bukan diukur dari jumlah izin tambang, melainkan dari sejauh mana rakyat sekitar merasakan manfaatnya dan alam mendapatkan pemulihan.

 “Jangan hanya tambang yang digali, tapi hati nurani juga harus hidup,” kata Prayogi.

Solusi: Dari Prinsip Menuju Tindakan Nyata

Islam tidak hanya memberi nilai moral, tapi juga pedoman praktis bagi tata kelola lingkungan. Prinsip maqāshid syarī‘ah menempatkan menjaga kehidupan (ḥifẓ al-nafs) dan menjaga harta (ḥifẓ al-māl) sebagai prioritas utama. Maka kebijakan ESG yang Islami harus mewujudkan lima hal:

  1. Reformasi hukum lingkungan agar pelanggaran tidak lolos karena uang dan kekuasaan.
  2. Digitalisasi birokrasi tambang, supaya aliran dana dan izin bisa diawasi publik secara transparan sejalan dengan prinsip hisbah dalam Islam.
  3. Pendidikan moral dan lingkungan di kawasan tambang agar masyarakat memahami hak dan tanggung jawabnya sebagai khalifah Allah di bumi.
  4. Keadilan ekologis dan sosial, memastikan hasil tambang tidak hanya memperkaya korporasi, tapi menghidupi rakyat sekitar.
  5. Musyawarah lintas ulama, ilmuwan, dan masyarakat untuk merumuskan arah pembangunan yang sesuai nilai iman dan keseimbangan alam.

Penutup: Alam yang Rusak Adalah Tanda Amanah yang Hilang

Kerusakan alam adalah cermin dari rusaknya hati manusia. Ketika bumi menangis karena keserakahan, berarti amanah telah dikhianati. Allah berfirman:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rūm: 41)

Islam mengingatkan ESG bukanlah sekadar slogan korporasi, tapi bentuk ibadah sosial. Menjaga bumi adalah bagian dari menjaga iman. Jika kebijakan dan kekuasaan dijalankan tanpa iman, maka tambang tetap akan menjadi kutukan, bukan berkah.

Share This Article