muslimx.id – Tuntutan kenaikan upah minimum tahun 2026 sebesar 8,5 hingga 10,5 persen yang disuarakan kaum buruh menjadi alarm keras bagi negara. Di tengah laju inflasi dan biaya hidup yang terus meningkat, buruh semakin terhimpit. Dalam pandangan Islam, persoalan upah bukan sekadar angka ekonomi, tetapi juga bagian dari amanah moral dan tanggung jawab keadilan sosial.
Islam: Upah Adalah Hak, Bukan Sedekah
Islam menempatkan buruh atau pekerja sebagai bagian terhormat dari masyarakat. Mereka bukan alat produksi, melainkan manusia yang memiliki hak, martabat, dan keadilan yang harus ditegakkan. Rasulullah SAW bersabda:
“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah, no. 2443)
Hadis ini menegaskan bahwa menunda atau menyepelekan hak pekerja adalah bentuk kezaliman. Negara dan pengusaha yang menunda kenaikan upah yang layak sesungguhnya telah menunda keadilan itu sendiri.
Allah SWT juga berfirman dalam QS. An-Nahl ayat 90:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.”
Ayat ini menjadi fondasi moral Islam bahwa keadilan ekonomi adalah perintah ilahi. Pemerintah wajib memastikan setiap rakyat, termasuk buruh, mendapatkan haknya secara adil dan manusiawi.
Kritik Islam: Negara Jangan Sibuk Berhitung, Lupa Keadilan
Ustaz Dr. Farhan Yusuf, pengamat ekonomi Islam, menilai kebijakan pemerintah sering terjebak pada angka dan rumus ekonomi, bukan pada nilai keadilan sosial.
“Buruh tidak makan indeks, tapi nasi. Mereka tidak hidup dari wacana, tapi dari keadilan nyata. Islam menuntut keadilan upah sebagai bagian dari tanggung jawab negara,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah dan parlemen seharusnya tidak berdebat soal rumus, tetapi memastikan rakyat dapat hidup layak. Jika negara terus membiarkan kesenjangan, maka itu bentuk kegagalan dalam menunaikan amanah kekuasaan.
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Ma’idah: 2)
Ayat ini menegaskan bahwa kolaborasi antara negara, pengusaha, dan rakyat harus diarahkan pada kebajikan, bukan saling memanfaatkan demi keuntungan sepihak.
Solusi Islam: Ekonomi Berbasis Keadilan dan Amanah
Islam menawarkan solusi yang berpijak pada keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Negara wajib memastikan upah layak yang sesuai dengan kebutuhan hidup, bukan sekadar mengikuti rumus ekonomi global.
- Pengawasan zakat dan redistribusi kekayaan harus diperkuat untuk menekan kesenjangan sosial.
- Pendidikan moral ekonomi Islam bagi pejabat dan pengusaha agar memahami bahwa rezeki bukan untuk ditimbun, tetapi untuk menyejahterakan sesama.
- Transparansi kebijakan ekonomi agar publik mengetahui bagaimana negara menjalankan tanggung jawab sosialnya.
Ustaz Farhan menegaskan, “Negara yang tidak adil pada buruh sesungguhnya telah zalim terhadap dirinya sendiri. Karena kekuatan ekonomi lahir dari peluh rakyat, bukan dari laporan makroekonomi yang menipu.”
Islam mengajarkan bahwa iman sejati tercermin dalam sikap adil terhadap sesama. Keadilan upah bukanlah kemurahan hati, tetapi perintah Allah. Negara yang menunda keadilan berarti sedang menunda keberkahan.