muslimx.id — Kasus kekerasan seksual di lingkungan pesantren kembali menjadi sorotan publik setelah Menteri Agama Nasaruddin Umar menilai pemberitaan media terlalu membesar-besarkan isu tersebut. Menurutnya, jumlah kasus sebenarnya kecil, tetapi media menggambarkan seolah-olah terjadi secara meluas, sehingga berpotensi merusak citra pesantren.
Namun data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) justru menunjukkan fakta sebaliknya. Sepanjang tahun 2024, tercatat 573 kasus kekerasan di dunia pendidikan, dengan 42 persen berupa pencabulan dan 36 persen di antaranya terjadi di lembaga berbasis agama, termasuk pesantren. Data ini menegaskan bahwa kekerasan seksual di pesantren bukanlah isu kecil, melainkan darurat moral dan kemanusiaan yang menuntut tindakan hukum nyata.
Islam: Kezaliman Tak Boleh Dibiarkan, Sekecil Apa Pun
Islam memandang setiap bentuk kezaliman terhadap manusia apalagi terhadap anak dan santri sebagai dosa besar yang mengundang murka Allah. Al-Qur’an dengan tegas memerintahkan umatnya untuk menegakkan keadilan tanpa pandang bulu:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencian suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 8)
Ayat ini menegaskan bahwa menegakkan keadilan adalah wujud ketakwaan. Maka, dalam kasus kekerasan seksual di pesantren, umat Islam wajib berpihak pada kebenaran dan korban bukan pada pelaku yang bersembunyi di balik simbol keagamaan.
Rasulullah ﷺ juga memperingatkan keras dalam hadis sahih:
“Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim maupun yang dizalimi.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kami paham menolong orang yang dizalimi. Tapi bagaimana menolong orang yang berbuat zalim?”
Beliau menjawab, “Engkau cegah dia dari kezaliman, itulah bentuk menolongnya.”
(HR. Bukhari)
Hadis ini menunjukkan bahwa melindungi pelaku dengan dalih menjaga nama lembaga agama justru bertentangan dengan ajaran Nabi. Menutup-nutupi kejahatan sama saja membiarkan kezaliman berlanjut.
Islam Serukan Negara Tegas dan Adil
Dalam pandangan Islam, negara adalah penjaga amanah publik (hâris al-ummah). Negara wajib melindungi rakyat dari kekerasan dan penindasan, termasuk dalam lembaga pendidikan agama. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, ketika terjadi pelecehan di pesantren, pemerintah tidak boleh diam atau mencari pembenaran moral. Yang harus dilakukan adalah penegakan hukum yang tegas, terbuka, dan berpihak pada korban.
Islam Dorong Reformasi Pengawasan Pesantren
Untuk mencegah kekerasan berulang, Islam menekankan pentingnya hisbah pengawasan sosial dan moral yang aktif. Negara bersama lembaga keagamaan perlu membangun sistem pelaporan aman bagi korban dan memastikan tidak ada kekebalan hukum.
Pendidikan di pesantren harus kembali pada tujuan sucinya: membentuk akhlak mulia, bukan melahirkan trauma. Nilai keislaman sejati justru menuntut perlindungan terhadap yang lemah dan hukuman terhadap pelaku kezaliman.Islam menegaskan: keadilan tidak boleh ditunda, apalagi ditutupi.
Menegakkan hukum tanpa pandang bulu adalah bagian dari iman dan membiarkan kejahatan atas nama agama adalah bentuk pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya.