Pajak Perhiasan Ilegal, Islam Ingatkan: Tegas Boleh, Tapi Jangan Membunuh UMKM!

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id  — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa 90 persen produsen perhiasan di Indonesia belum membayar pajak sesuai ketentuan. Kondisi ini menciptakan ketimpangan besar antara pelaku usaha legal dan produsen yang beroperasi secara gelap.

“Banyak produsen, terutama di sektor emas dan berlian, tidak punya dokumen resmi pembelian. Jadi mereka lepas dari pengawasan pajak,” ujar Purbaya usai bertemu asosiasi perhiasan di Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Menurut data asosiasi, hampir semua produsen belum membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1,6 persen. Hal ini menyebabkan penerimaan negara tidak optimal dan merugikan pelaku usaha yang patuh pajak.

Dalam pertemuan tersebut, asosiasi mengusulkan agar pajak dipungut langsung di pabrik, bukan di tingkat konsumen. Langkah ini diharapkan memperkuat pengawasan dan menekan praktik curang. Menkeu Purbaya menyambut baik gagasan tersebut. Namun, penerapan sistem baru ini masih perlu dikaji agar tidak menimbulkan beban tambahan bagi pelaku usaha kecil.

Partai X: Tegas Perlu, Tapi Harus Adil

Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menegaskan fungsi utama negara.

“Tugas negara itu tiga melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” katanya.

Menurut Rinto, kebijakan perpajakan harus menegakkan keadilan tanpa mematikan usaha mikro dan kecil. Penegakan hukum wajib, tapi jangan sampai UMKM yang justru tersingkir karena beban regulasi.

Partai X menilai reformasi pajak harus berpihak kepada ekonomi rakyat. Negara tidak boleh hanya berperan sebagai pemungut pajak, tetapi juga sebagai pelindung dan pemberdayaan rakyat kecil.

Pandangan Islam: Keadilan dan Keringanan adalah Prinsip Ekonomi

Islam menempatkan keadilan (‘adl) dan kemudahan (taysir) sebagai ruh kebijakan ekonomi. Pajak (atau dalam Islam dikenal sebagai kharaj dan ushr) tidak boleh memberatkan hingga mematikan usaha rakyat.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya Allah menyukai kemudahan dalam setiap urusan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil.” (QS. Al-Baqarah: 188)

Artinya, negara berhak mengambil pajak untuk kemaslahatan umum, tapi tidak boleh menjadikannya alat penindasan ekonomi. Pajak yang adil harus menjaga keseimbangan antara kepentingan negara dan kesejahteraan rakyat.

Solusi Partai X: Tata Ulang Sistem, Bantu Usaha Kecil

Sebagai bagian dari pendekatan kritis dan solutif, Partai X mengusulkan langkah konkret berikut:

  1. Digitalisasi sistem pengawasan pajak agar transparan dan menekan kebocoran.
  2. Insentif pajak bagi UMKM perhiasan untuk menjaga daya saing dengan produsen besar.
  3. Sertifikasi dan pelatihan tata niaga bagi pengrajin lokal agar usaha mereka legal dan berdaya saing.
  4. Pengawasan distribusi berbasis koperasi daerah, agar ekonomi tetap berpihak ke rakyat.

Penutup: Pajak Alat Keadilan, Bukan Penderitaan

Pajak dalam pandangan Islam adalah bentuk tanggung jawab sosial, bukan alat menekan. Negara wajib hadir bukan hanya menagih, tapi memastikan rakyatnya mampu hidup dari jerih payah sendiri.

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Mā’idah: 2)

Negara yang adil bukan yang menagih paling banyak, tapi yang paling mampu menegakkan kesejahteraan dan keadilan bagi semua.

Share This Article