Yusril Bahas Tantangan Hukum Digital, Islam Ingatkan: Aturan Harus Melindungi Rakyat!

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id –  Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyoroti kompleksitas tantangan hukum di era digital. Dalam konferensi hukum internasional di Universitas Andalas, ia menekankan bahwa perkembangan kecerdasan buatan (AI) dan teknologi blockchain membawa dampak besar pada dunia hukum modern.

Menurut Yusril, sistem peradilan harus segera beradaptasi agar mampu menangani kasus-kasus baru yang muncul akibat kemajuan teknologi. Ia mencontohkan penerapan e-court dan publikasi daring oleh Mahkamah Agung sebagai langkah positif. Namun, ia mengingatkan bahwa transformasi digital tanpa perubahan pola pikir aparat hukum tidak akan cukup.

“Kasus hukum di era digital menuntut pendekatan baru yang adil dan adaptif,” ujarnya.

Yusril juga menyinggung fenomena “no viral, no justice”, yang menunjukkan menurunnya kepercayaan publik terhadap sistem hukum nasional.

Partai X: Digitalisasi Hukum Harus Berpihak pada Rakyat

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan kembali hakikat utama peran negara. Tugas negara itu tiga, melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.

Rinto menilai, digitalisasi hukum hanya bermakna jika benar-benar mempermudah akses keadilan rakyat, bukan sekadar meningkatkan efisiensi sistem.

“Kalau sistem makin canggih tapi rakyat makin bingung, berarti negara gagal melayani,” tegasnya.

Menurutnya, hukum digital harus memanusiakan manusia, bukan menjadikan keadilan sebagai urusan algoritma dan prosedur semata.

Pandangan Islam: Hukum Adalah Amanah, Bukan Alat Kekuasaan

Islam menegaskan bahwa keadilan adalah inti dari keberlangsungan masyarakat. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan…” (QS. An-Nahl: 90)

Ayat ini menunjukkan bahwa keadilan tidak boleh tunduk pada sistem, teknologi, atau kekuasaan. Dalam pandangan Islam, hukum bukan alat penguasa, melainkan amanah untuk menegakkan kebenaran dan melindungi yang lemah.

Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kamu binasa adalah karena apabila orang terpandang mencuri, mereka biarkan, dan apabila orang lemah mencuri, mereka tegakkan hukum atasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka, keadilan dalam hukum digital harus memastikan bahwa sistem tidak diskriminatif, tidak tunduk pada tekanan publik, dan tidak menjadi alat kapital atau kekuasaan.

Solusi Partai X: Reformasi Hukum Berbasis Kepakaran dan Moralitas

Sesuai prinsip Partai X, negara adalah pelayan rakyat, bukan pemilik kekuasaan. Untuk itu, Partai X mengusulkan lima langkah strategis agar digitalisasi hukum tetap berpihak kepada rakyat:

  1. Reformasi hukum berbasis kepakaran memastikan kebijakan digital disusun oleh ahli yang memahami aspek etik dan sosial.
  2. Transformasi birokrasi digital transparan mencegah praktik suap, manipulasi data, dan ketimpangan akses keadilan.
  3. Musyawarah kenegarawanan nasional melibatkan akademisi, tokoh agama, dan aparat hukum untuk menata ulang arah reformasi hukum berbasis Pancasila.
  4. Pendidikan moral dan hukum beretika agar aparat hukum memahami nilai kemanusiaan dalam penerapan teknologi.
  5. Pemisahan tegas antara negara dan pemerintah supaya hukum tetap tegak meski kekuasaan berganti.

Penutup: Hukum Harus Menjadi Pelindung, Bukan Sekadar Prosedur

Islam mengingatkan bahwa hukum bukan sekadar tumpukan pasal, melainkan benteng perlindungan bagi rakyat. Allah SWT berfirman:

“Dan Kami turunkan bersama mereka Kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil.” (QS. Al-Hadid: 25)

Hukum bukan tentang seberapa banyak pasal dibuat, tapi seberapa banyak rakyat merasa aman. Kemajuan teknologi hukum tidak boleh mengorbankan hati nurani. Negara harus memastikan hukum tidak hanya berjalan cepat, tapi juga berjalan benar. Karena selama hukum belum melindungi yang lemah, reformasi digital belum bisa disebut kemajuan. 

Share This Article