muslimx.id — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui bahwa permintaan rumah masyarakat masih rendah, meski pemerintah telah menggulirkan berbagai insentif pembiayaan. Dalam rapat bersama Komite IV DPD RI, Senin (3/11/2025), ia menyebut kondisi ini sebagai sinyal melemahnya daya beli sektor perumahan.
“Ini menggambarkan demand di sektor perumahan lemah, jadi saya pikir waduh gawat kita nih,” ujarnya.
Pemerintah sebelumnya telah menempatkan dana Rp 25 triliun di Bank Tabungan Negara (BTN) untuk mendorong kredit rumah. Namun, realisasi hingga September 2025 baru 19 persen, jauh di bawah Bank Mandiri (74%), BRI (62%), dan BNI (50%).
Kondisi ini menunjukkan bahwa kredit murah tidak menjawab akar masalah. Harga rumah tetap tinggi, sementara penghasilan rakyat stagnan.
Partai X: Negara Tak Boleh Lepas Tangan dari Kebutuhan Dasar Rakyat
Menanggapi melemahnya daya beli sektor perumahan ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa hak atas hunian layak adalah tanggung jawab negara, bukan sekadar urusan pasar.
“Tugas negara itu tiga,” ujarnya, “melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Kalau rakyat makin sulit beli rumah, berarti negara gagal hadir.”
Menurut Rinto, pemerintah terlalu fokus memberi insentif pada sektor perbankan, padahal akar masalah ada pada harga tanah dan properti yang terus naik.
“Kredit murah tidak akan berarti kalau harga tetap melambung. Yang diuntungkan justru pengembang besar, bukan rakyat kecil,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa rumah bukan komoditas dagang semata, melainkan hak hidup yang dijamin oleh konstitusi dan moral bangsa.
Negara tidak boleh sekadar mempermudah pinjaman, tapi harus menata harga tanah dan pasokan rumah agar rakyat bisa memiliki hunian secara wajar. Kebijakan perumahan yang berpihak hanya pada pengembang besar akan melahirkan kesenjangan struktural antara rakyat dan pemilik modal.
Pandangan Islam: Rumah Adalah Hak Kemanusiaan, Bukan Barang Dagangan
Dalam pandangan Islam, tempat tinggal bukan sekadar bangunan, tetapi bagian dari kehormatan dan perlindungan hidup manusia. Allah SWT berfirman:
“Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat ketenangan.” (QS. An-Nahl: 80)
Ayat ini menegaskan bahwa rumah bukan kemewahan, tapi sarana ketenangan dan kesejahteraan. Ketika rakyat dipaksa hidup di kontrakan sempit atau tidak punya rumah karena harga yang melambung, berarti negara gagal menjaga ketenangan warganya.
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Di antara kebahagiaan seorang hamba adalah rumah yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang nyaman.” (HR. Ahmad)
Hadis ini mengajarkan bahwa rumah yang layak adalah bagian dari kebahagiaan hidup yang harus diperjuangkan, bukan dikomersialisasikan secara berlebihan. Islam menolak sistem ekonomi yang membuat tanah dan hunian menjadi alat spekulasi dan ketimpangan sosial.
Solusi Partai X: Rumah untuk Semua, Bukan untuk Segelintir
Partai X mengajukan lima langkah konkret untuk mengembalikan keadilan di sektor perumahan rakyat:
- Membangun Bank Tanah Nasional untuk mengendalikan harga lahan dan mencegah spekulasi properti.
- Menerapkan pajak progresif terhadap kepemilikan rumah kedua dan seterusnya, agar distribusi kepemilikan lebih adil.
- Meningkatkan subsidi langsung bagi pembeli rumah rakyat, bukan hanya memberi keuntungan pada bank dan pengembang.
- Mengembangkan program rumah gotong royong berbasis koperasi rakyat, agar biaya lebih ringan dan kepemilikan bersifat kolektif.
- Menata ulang tata ruang nasional, supaya pembangunan tidak hanya terkonsentrasi di kota besar tetapi juga merata ke daerah.
Penutup: Hunian Layak Adalah Hak, Bukan Hadiah
Islam mengingatkan bahwa negara yang adil bukan yang membangun gedung pencakar langit, tetapi yang memastikan rakyat kecil tidak kehilangan tempat berteduh. Ketika rumah menjadi ajang spekulasi dan rakyat terpinggirkan, itu termasuk bentuk kezaliman ekonomi.
“Kredit bukan solusi tunggal. Pemerintah harus menurunkan harga rumah, menata tanah, dan menegakkan keadilan ekonomi. Karena rumah bukan soal kemewahan ini soal martabat manusia,” tutup Rinto.
Islam mengajarkan, negara wajib hadir untuk memastikan rakyatnya punya tempat tinggal yang layak dan damai. Sebab, tanpa rumah, rakyat kehilangan tenang; tanpa tenang, negara kehilangan arah.