Buruh Tolak Rumus UMP Baru, Islam Ingatkan: Upah Harus Adil dan Manusiawi!

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id  – Penolakan terhadap rumus baru kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2026 kembali menggema. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menilai formula yang diajukan pemerintah bersama pengusaha tidak berpihak pada pekerja kecil.

Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengungkapkan bahwa pemerintah berencana menurunkan indeks tertentu dalam perhitungan UMP menjadi 0,2–0,7. Padahal, tahun lalu indeks yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto mendekati 0,9 untuk menjaga daya beli buruh.

“Kalau indeks ini diturunkan, artinya pemerintah melindungi pengusaha hitam yang ingin membayar upah murah,” ujar Iqbal, Minggu (9/11/2025).

Islam Menegaskan: Pekerja Wajib Diberi Upah yang Layak

Dalam Islam, keadilan dalam upah merupakan bagian dari ajaran moral dan sosial yang kuat. Setiap pekerja berhak mendapatkan imbalan yang sepadan dengan jerih payahnya. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nahl [16]: 97:

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.”

Ayat ini menegaskan bahwa kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) mencakup keadilan ekonomi, termasuk hak untuk hidup layak dari hasil kerja.

Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya membayar upah dengan adil. Dalam hadis riwayat Ibnu Majah, beliau bersabda:

“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.”

Hadis ini bukan hanya perintah untuk tepat waktu, tetapi juga mengandung makna keadilan bahwa pekerja berhak atas penghargaan penuh atas kerja kerasnya, bukan sekadar angka di atas kertas.

Kebijakan Upah Tidak Boleh Lepas dari Nilai Kemanusiaan

Prayogi R Saputra, anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, menegaskan bahwa kebijakan ekonomi, termasuk soal pengupahan, tidak boleh kehilangan nilai moral.

“Negara wajib memastikan upah layak, bukan sekadar angka statistik. Karena upah itu soal martabat manusia,” ujarnya.

Ia menilai bahwa rumus baru UMP yang menekan indeks perhitungan akan menurunkan daya beli buruh dan memperlebar ketimpangan sosial. “Kalau rakyat tidak bisa hidup layak dari hasil kerjanya, maka negara sedang abai pada amanat keadilan,” tegasnya.

Islam Memandang Keadilan Ekonomi sebagai Fondasi Kehidupan Sosial

Dalam pandangan Islam, kesejahteraan ekonomi bukan hanya urusan fiskal, melainkan bagian dari ibadah sosial (muamalah). Keadilan dalam pembagian rezeki menjadi tolok ukur keberkahan suatu negeri.

Allah SWT mengingatkan dalam QS. Al-Hadid [57]: 25:

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka Kitab dan neraca (keadilan), supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.”

Ayat ini menegaskan bahwa keadilan sosial termasuk dalam pengupahan adalah tujuan utama dari syariat.

Jalan Tengah: Keadilan Sosial dan Tanggung Jawab Negara

Partai X menyerukan agar pemerintah mengembalikan semangat keadilan dalam kebijakan pengupahan. Negara wajib memastikan setiap pekerja dapat hidup bermartabat, sebagaimana pesan Rasulullah SAW bahwa “penguasa adalah penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya.”

Solusi yang ditawarkan Partai X antara lain:

  1. Menetapkan UMP berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
  2. Mewajibkan transparansi formula penghitungan upah.
  3. Menegakkan dialog sosial tripartit yang adil antara buruh, pengusaha, dan pemerintah.
  4. Memberikan perlindungan bagi pekerja informal dan sektor rentan.

Prayogi menutup, “Keadilan dalam upah bukan hanya tuntutan ekonomi, tapi juga perintah agama. Kalau buruh hidup layak, maka negeri ini akan penuh berkah.”

Share This Article