muslimx.id – Sorotan publik terhadap kepemilikan dapur umum yang dikuasai segelintir pihak memunculkan kegelisahan baru dalam pengelolaan layanan gizi nasional. Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S Deyang menyebut belum ada aturan baku mengenai kepemilikan Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi. Ia menegaskan bahwa minat pendirian dapur umum kini sudah melampaui kapasitas yang tersedia, sehingga pendaftaran pun ditutup sementara. Kondisi ini menguatkan kekhawatiran publik bahwa fasilitas pelayanan pangan dapat jatuh ke tangan individu tertentu yang menguasai terlalu banyak dapur sekaligus.
Partai X: Negara Wajib Cegah Penguasaan Pangan oleh Segelintir Pejabat
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute Prayogi R Saputra menilai persoalan dapur umum adalah isu serius yang menyangkut amanat dasar negara. Ia menekankan bahwa negara wajib menjalankan tiga fungsi: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil. Menurutnya, penguasaan dapur umum oleh segelintir pihak terlebih jika melibatkan pejabat berpotensi mengancam keadilan distribusi pangan dan melahirkan ketergantungan pada kekuasaan individu.
Prayogi mengingatkan bahwa dalam pandangan Partai X, pejabat bukan pemilik negara, tetapi pelayan rakyat. Pemerintah hanya sebagian kecil dari rakyat, diberi mandat untuk menjaga keseimbangan, bukan mengonsentrasikan kendali layanan. Kegagalan mengatur kepemilikan dapur umum menunjukkan lemahnya pengawasan, serta membuka ruang penyimpangan dalam distribusi pangan.
Perintah Islam: Pangan Tak Boleh Jadi Alat Kuasa
Dalam Islam, penguasaan kebutuhan pokok oleh segelintir orang sangat dikecam. Al-Qur’an menegaskan:
“Supaya harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS Al-Hasyr: 7)
Ayat ini menjadi peringatan keras agar akses pangan tidak dikuasai kelompok tertentu hingga merugikan masyarakat luas.
Rasulullah SAW juga memperingatkan bahaya penimbunan atau penguasaan pangan demi keuntungan atau kuasa:
“Tidaklah seseorang menimbun (pangan) kecuali ia adalah orang yang bersalah (berdosa).” (HR Muslim).
Hadis ini menegaskan bahwa mengumpulkan kendali pangan hingga menimbulkan ketidakadilan adalah bentuk kezaliman sosial.
Karena itu, penguasaan fasilitas dapur umum oleh segelintir pihak bertentangan dengan prinsip keadilan Islam. Layanan pangan harus memastikan pemerataan, bukan menumbuhkan monopoli. Islam memerintahkan pemimpin untuk berlaku amanah, sebagaimana sabda Nabi: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari-Muslim).
Solusi Partai X: Aturan Tegas dan Pengawasan Terbuka
Partai X menawarkan langkah korektif sesuai prinsip keadilan yang sejalan dengan ajaran Islam:
- Negara wajib menerbitkan batas kepemilikan dapur umum agar fasilitas ini tidak dikuasai segelintir orang atau pejabat.
- Pendirian dapur umum harus berbasis kebutuhan wilayah, bukan jaringan kekuasaan.
- Pengawasan harus melibatkan masyarakat dan lembaga independen, untuk memastikan distribusi pangan tidak diselewengkan.
- Pejabat negara dilarang memiliki atau mengendalikan fasilitas pangan demi mencegah konflik kepentingan.
- Pemerintah harus menegakkan standar layanan ketat agar penerima MBG memperoleh gizi yang aman dan layak.
Prayogi menegaskan dapur umum adalah fasilitas pelayanan rakyat yang tidak boleh berubah menjadi instrumen kekuasaan. Negara wajib hadir sepenuhnya untuk memastikan pangan tidak berubah menjadi alat kontrol sosial atau ekonomi. Partai X meminta pemerintah segera bertindak agar persoalan ini tidak berkembang menjadi ketidakadilan yang lebih besar.