muslimx.id – Pembahasan RUU Penyesuaian Pidana kembali menjadi perhatian publik setelah pemerintah mengusulkan ketentuan masa percobaan sepuluh tahun pada penerapan pidana mati. Wamenkum HAM Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan bahwa masa percobaan kini menjadi otomatis, tanpa syarat penyesalan ataupun penilaian peran terdakwa seperti aturan sebelumnya.
Selain itu, RUU ini juga menyederhanakan berbagai ancaman pidana. Pidana di atas lima belas tahun diseragamkan menjadi lima belas tahun, sementara pidana seumur hidup dapat diganti dua puluh tahun penjara. Pemerintah menilai harmonisasi ini penting untuk memastikan keseragaman pemidanaan di berbagai regulasi.
Islam Ingatkan: Keadilan Tidak Boleh Dimainkan
Dalam Islam, hukum adalah amanah besar yang wajib ditegakkan secara benar dan transparan.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia maka tetapkanlah dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58)
Rasulullah SAW memperingatkan bahwa kehancuran sebuah bangsa terjadi ketika hukum diterapkan secara pilih kasih:
“Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kalian adalah apabila orang terpandang mencuri mereka biarkan, tetapi apabila orang lemah mencuri mereka tegakkan hukum atasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ayat dan hadis ini menunjukkan bahwa hukum tidak boleh berubah menjadi retorika kekuasaan atau permainan kelompok tertentu.
Hukum Harus Melindungi Rakyat, Bukan Mengutamakan Kepentingan
Pengamat kenegaraan Prayogi R Saputra menegaskan bahwa setiap perubahan hukum harus selaras dengan tiga tugas dasar negara:
“Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Hukum tidak boleh hanya menjadi kosmetik kekuasaan,” ujarnya.
Menurutnya, revisi aturan pidana harus benar-benar memberi kepastian hukum, bukan membuka celah penafsiran yang membingungkan atau rawan dipolitisasi. Ia mengingatkan bahwa masa percobaan pidana mati harus dipahami sebagai mekanisme pembinaan yang tetap menjaga keadilan, bukan alasan untuk melemahkan hukuman.
Prayogi juga menyoroti persoalan mendasar dalam penegakan hukum:
- Hukum sering tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
- Kepastian hukum kerap kabur karena intervensi kepentingan.
- Manipulasi proses hukum masih terjadi akibat lemahnya transparansi.
Prinsip Kenegaraan: Rakyat Pemilik Kedaulatan, Negara Wajib Adil
Menurut analisis kenegaraan, ada sejumlah prinsip penting yang harus menjadi pedoman:
- Negara hanyalah alat rakyat, bukan alat kekuasaan.
- Pemerintah hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi mandat dan wajib bekerja transparan.
- Penegakan hukum harus berbasis kepakaran dan bebas intervensi.
- Pemimpin negara harus berkarakter negarawan, bukan berbasis kepentingan pribadi.
- Hukum wajib membawa rasa aman, keadilan, dan kepastian bagi seluruh warga.
Islam menegaskan bahwa keadilan adalah pondasi tegaknya sebuah masyarakat, sebagaimana firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penegak keadilan karena Allah, sekalipun terhadap diri kalian sendiri.” (QS. An-Nisa: 135)
Solusi Reformasi Sistem Hukum
Untuk memperkuat keadilan, sejumlah rekomendasi kenegaraan disoroti:
- Musyawarah nasional kenegarawanan untuk menyatukan visi penegakan hukum.
- Amandemen kelima UUD 1945 agar kedaulatan rakyat kembali menjadi fondasi sistem hukum.
- Pembentukan MPRS sementara untuk mengawal transisi reformasi hukum.
- Digitalisasi penuh sistem hukum untuk menghilangkan celah manipulasi.
- Pemaknaan operasional Pancasila, bukan sekadar slogan.
- Pendidikan moral dan tanggung jawab bernegara di sekolah.
- Penguatan peran media negara untuk mendidik publik tentang keadilan dan hukum.
Hukum Tidak Boleh Jadi Retorika
Prayogi menegaskan bahwa rakyat menuntut keadilan nyata, bukan sekadar janji atau redaksi undang-undang.
“Negara wajib melindungi rakyat. Jangan sampai hukum dibuat untuk yang kuat, sementara rakyat dibiarkan,” tegasnya.
Islam mengajarkan bahwa sebuah negara akan kuat jika keadilannya kuat. Aturan baru apa pun, termasuk masa percobaan pidana mati, hanya akan bermakna apabila dijalankan dengan integritas, ketegasan, dan tanpa diskriminasi.