muslimx.id – Pemerintah menegaskan bahwa rehabilitasi tiga mantan direksi PT ASDP sudah sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra menjelaskan bahwa seluruh prosedur telah dipenuhi sebelum Presiden menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) rehabilitasi. Presiden juga meminta pertimbangan Mahkamah Agung, dan tanggapan tertulis MA dicantumkan dalam konsiderans keputusan tersebut.
Rehabilitasi diberikan kepada Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Muhammad Adhi Caksono, yang sebelumnya divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Yusril menegaskan bahwa rehabilitasi memulihkan kedudukan, harkat, dan martabat ketiganya seperti sebelum vonis dijatuhkan, dan langkah ini dinilai konsisten dengan praktik ketatanegaraan yang dijamin konstitusi.
Isu Keadilan Menguat di Publik
Meski prosedur konstitusional telah diikuti, keputusan rehabilitasi ini tetap memunculkan pertanyaan publik tentang rasa keadilan. Di tengah maraknya kasus korupsi yang merugikan masyarakat luas, publik menuntut agar negara tidak memberi kesan melonggarkan konsekuensi hukum terhadap pelaku korupsi.
Dalam perspektif masyarakat, keadilan tidak hanya soal sah secara hukum, tetapi juga soal legitimasi moral. Masyarakat ingin memastikan bahwa negara benar-benar berpihak kepada rakyat, bukan kepada mereka yang memiliki kuasa atau jabatan.
Islam Menegaskan: Keadilan Wajib Berdiri Tegak
Dalam ajaran Islam, keadilan merupakan fondasi utama tegaknya sebuah negara. Allah SWT menegaskan dalam Al-Quran:
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu…” (QS. An-Nisa: 135)
Ayat ini menegaskan bahwa keadilan tidak boleh tunduk pada kepentingan kelompok, kekuasaan, atau kedekatan. Hukum harus ditegakkan tanpa diskriminasi, termasuk dalam kasus korupsi yang merugikan rakyat.
Rasulullah SAW juga memperingatkan bahwa kehancuran suatu bangsa dimulai ketika hukum diterapkan tidak adil. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah apabila orang terpandang mencuri, mereka biarkan; tetapi apabila orang lemah mencuri, mereka tegakkan hukuman atasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini relevan dengan tuntutan masyarakat hari ini: keadilan tidak boleh bersifat selektif.
Transparansi, Akuntabilitas, dan Sensitivitas Moral Negara
Publik menilai bahwa penjelasan prosedural saja tidak cukup. Dalam kasus menyangkut korupsi kejahatan yang merampas hak rakyat negara wajib menunjukkan transparansi penuh. Pertimbangan hukum, dasar keputusan, dan proses pengambilan kebijakan semestinya dapat diketahui publik agar tidak menimbulkan spekulasi.
Kepercayaan masyarakat adalah modal terbesar negara. Ketika negara kehilangan rasa adil di mata rakyat, seluruh kebijakan akan dipandang dengan curiga, meski secara hukum sah.
Dorongan untuk Penguatan Sistem Hukum
Untuk mencegah kesalahpahaman publik dan memastikan keadilan benar-benar tegak, sejumlah langkah dinilai penting untuk dilakukan:
- Mekanisme rehabilitasi pidana perlu diperkuat dengan standar transparansi yang jelas.
- Pertimbangan lembaga yudisial, termasuk Mahkamah Agung, sebaiknya diringkas dan diumumkan agar publik memahami dasar kebijakan.
- Kasus korupsi harus ditempatkan sebagai extraordinary crime yang menuntut konsistensi dan ketegasan hukum.
- Pengawasan publik perlu diperkuat agar keputusan negara tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga sah secara moral.
Bangsa ini tidak akan kokoh tanpa keadilan. Rehabilitasi harus benar-benar mencerminkan nilai hukum yang berpihak pada kepentingan rakyat, bukan sekadar legitimasi prosedural. Islam mengingatkan bahwa negara akan diberkahi bila keadilan ditegakkan dengan jujur, transparan, dan tanpa pilih kasih. Karena hanya dengan hukum yang adil, kepercayaan publik dapat terjaga dan kehidupan bernegara tetap berdiri di atas landasan moral yang kuat.