Restitusi Pajak Ditangguhkan, Islam Desak Akuntabilitas Pengelolaan Dana Negara!

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id – Restitusi pajak kembali menjadi sorotan menjelang akhir tahun setelah nilainya meningkat 36,4 persen dan mencapai Rp 340,52 triliun per Oktober 2025. Lonjakan ini membuat penerimaan pajak bersih melemah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kenaikan paling signifikan terjadi pada PPN dalam negeri serta PPh Badan. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa lonjakan tersebut merupakan akumulasi restitusi dua tahun terakhir yang sebelumnya tertahan, dengan nilai total mencapai Rp 250 triliun.

Lonjakan Restitusi dan Dampaknya pada Penerimaan Negara

Purbaya menyampaikan bahwa restitusi pada tahun mendatang kemungkinan lebih kecil. Pemerintah tengah meninjau ulang praktik dan aturan restitusi agar tidak mengganggu stabilitas fiskal.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengungkapan adanya fenomena “penunggang gelap”, yaitu wajib pajak yang mengajukan restitusi atas transaksi yang ternyata tidak nyata. DJP menemukan pola permohonan fiktif yang dinilai merugikan negara.

Faktor Pemicu Lonjakan Restitusi

Salah satu pemicunya adalah anjloknya harga komoditas setelah boom 2022–2023. Banyak perusahaan tercatat membayar pajak berlebih saat periode boom sehingga kini mengajukan restitusi setelah pemasukan melambat.

Selain itu, regulasi baru dalam UU Cipta Kerja memperluas kredit pajak masukan, terutama bagi sektor batu bara, yang meningkatkan potensi restitusi pada tahun berjalan.

Pandangan Islam: Amanah Mengelola Dana Publik

Pengamat kebijakan fiskal, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa negara wajib menjaga amanah dalam pengelolaan dana publik. Menurutnya, lonjakan restitusi dan turunnya penerimaan negara adalah peringatan bahwa tata kelola fiskal harus diperbaiki secara menyeluruh.

Ia mengutip firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 188:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim untuk memakan sebagian dari harta orang lain dengan (jalan berbuat) dosa…”

Rinto menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan larangan mengambil atau mengelola harta publik secara tidak benar termasuk melalui restitusi fiktif atau manipulatif.

Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan harta negara. Dalam hadis riwayat Muslim, Nabi bersabda:

“Barang siapa kami beri amanah suatu pekerjaan, lalu ia menyembunyikan sesuatu dari kami, maka itu adalah ghulul (pengkhianatan).”

Menurut Rinto, pengelolaan restitusi pajak tanpa kontrol ketat dapat membuka peluang pengkhianatan terhadap amanah negara dan rakyat.

Prinsip Tata Kelola Fiskal Menurut Islam

Rinto menyampaikan beberapa prinsip penting yang sejalan dengan ajaran Islam:

  1. Dana publik adalah amanah, bukan sekadar angka fiskal.
  2. Transparansi adalah kewajiban, bukan pilihan.
  3. Keadilan kepada wajib pajak harus dijaga, termasuk pengembalian kelebihan bayar.
  4. Kebocoran harus dicegah, dan setiap pelanggaran ditindak tanpa kompromi.

Solusi Perbaikan Tata Kelola Restitusi

Untuk menjaga stabilitas fiskal dan mengembalikan kepercayaan publik, sejumlah langkah perbaikan disarankan:

  1. Audit menyeluruh terhadap restitusi tertahan untuk memastikan tidak ada klaim fiktif.
  2. Penguatan sistem deteksi dini berbasis digital untuk memblokir permohonan tidak valid.
  3. Transparansi dashboard restitusi agar publik dapat mengawasi kategori dan nilai restitusi.
  4. Verifikasi ketat bagi industri komoditas, terutama sektor batu bara.
  5. Reformasi perpajakan secara struktural, termasuk pengawasan internal dan pemberantasan kolusi.

Rinto menegaskan bahwa pengembalian kelebihan pajak wajib dilakukan, tetapi prosesnya tidak boleh mengorbankan stabilitas fiskal maupun kepercayaan publik. Islam mengajarkan bahwa setiap rupiah dari dana negara adalah amanah yang harus dijaga.

Share This Article