muslimx.id — Pemerintah terus menambah berbagai program ekonomi: bansos, pelatihan, subsidi, insentif usaha, hingga bantuan kredit. Namun mengapa rakyat tetap merasa hidup semakin berat? Harga terus naik, biaya hidup makin menekan, dan ketimpangan ekonomi tak kunjung mengecil. Program bertambah, tetapi kesejahteraan tidak meningkat secara nyata.
Fenomena ini menunjukkan bahwa persoalan utama bukan jumlah program, melainkan fondasi tata kelola negara yang tidak dijalankan dengan prinsip yang benar. Dalam pandangan Islam, sebuah negara tegak bukan karena banyaknya program, tetapi karena keadilan, amanah, dan keberpihakan pada rakyat.
Allah menegaskan dalam Al-Quran:
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah kepada yang berhak…” (QS. An-Nisa: 58).
Amanah inilah inti penyelenggaraan negara. Tanpa amanah, kebijakan sebesar apa pun berubah menjadi sekadar formalitas tanpa dampak.
Negara Wajib Melindungi, Melayani, dan Mengatur Rakyat
Prayogi R. Saputra, Anggota Majelis Tinggi dan Direktur X Institute, mengingatkan bahwa tugas negara bukan sekadar membuat program, melainkan melindungi, melayani, dan mengatur rakyat secara adil.
Menurutnya, banyaknya program tidak akan berarti bila negara salah memahami dirinya.
“Bantuan boleh, subsidi boleh, tetapi inti negara adalah memastikan rakyat hidup aman, berdaya, dan sejahtera — bukan sekadar menambah daftar program,” ujarnya.
Hadis Nabi SAW menegaskan standar kepemimpinan:
“Pemimpin adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang ia urus.” (HR. Bukhari & Muslim).
Artinya, rakyat bukan objek bantuan, melainkan amanah yang wajib dijaga hak-haknya.
Mengapa Program Bertambah tapi Rakyat Tetap Sulit?
Banyak program ekonomi hanya menjawab gejala, bukan akar masalah. Sementara problem inti seperti tata kelola yang lemah, struktur ekonomi timpang, dan minimnya moralitas kebijakan tidak pernah dibenahi.
Tanpa keadilan, program justru berpotensi menguntungkan kelompok tertentu. Islam mengingatkan bahwa ketidakadilan adalah sumber kerusakan:
“Kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.” (HR. Muslim).
Dalam konteks kebijakan, kebijakan tanpa keadilan akan melahirkan penderitaan rakyat sekalipun dibungkus dengan program ekonomi.
Rakyat Diposisikan Sebagai Penerima, Bukan Pemilik Negara
Banyak program menempatkan rakyat hanya sebagai penerima bantuan. Padahal secara prinsip rakyat adalah pemilik negara. Jika rakyat tidak diberdayakan, program apa pun hanya menambah ketergantungan, bukan kemandirian.
Islam menekankan musyawarah dan pemberdayaan, bukan hubungan satu arah.
Allah berfirman:
“Dan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka.” (QS. Asy-Syura: 38).
Negara yang sehat adalah negara yang melibatkan rakyat, bukan sekadar memberi.
Solusi: Benahi Sistem, Bukan Hanya Menambah Program
Agar ekonomi rakyat benar-benar pulih, reformasi harus menyentuh akar persoalan: moralitas, keadilan, dan tata kelola negara. Solusi yang ditawarkan antara lain:
- Meluruskan Peran Negara dan Pemerintah
Negara adalah seluruh rakyat, sedangkan pemerintah hanyalah pelaksana amanah yang wajib melayani, bukan menguasai. - Kebijakan Ekonomi Berbasis Keadilan dan Moral
Setiap kebijakan harus diuji: berpihak pada rakyat banyak atau pada kelompok sempit? - Penguatan Ekonomi Rakyat Secara Struktural
Memperbaiki pasar, rantai distribusi, akses produksi, dan daya saing UMKM agar rakyat berdaya. - Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran
Tanpa transparansi, program hanya menjadi angka, bukan solusi. - Pemberdayaan Rakyat sebagai Subjek Ekonomi
Rakyat harus menjadi pelaku ekonomi, bukan penerima pasif bantuan.
Islam menegaskan bahwa kesejahteraan tidak lahir dari banyaknya program, tetapi dari tegaknya keadilan dan amanah. Allah mengingatkan: “Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami bukakan bagi mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf: 96).
Program ekonomi boleh bertambah, tetapi tanpa keadilan, moral, dan keberpihakan, kesejahteraan tidak akan pernah hadir. Rakyat akan sejahtera ketika negara bekerja dengan benar bukan ketika program diperbanyak tanpa arah.