muslimx.id — Desakan agar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Raja Juli Antoni mundur menguat setelah berbagai kritik terkait tata kelola kehutanan dinilai tidak menunjukkan perbaikan signifikan. Sejumlah anggota DPR menilai berbagai keputusan dan kebijakan Kementerian LHK belum menjawab persoalan struktural, termasuk konflik lahan, kerusakan hutan, hingga lemahnya pengawasan terhadap korporasi.
Anggota DPR menegaskan bahwa posisi menteri adalah amanah besar yang harus dijalankan dengan kehati-hatian. Mereka menilai kegagalan negara menjaga hutan berarti mengancam masa depan rakyat, lingkungan, dan generasi mendatang.
Sikap Partai X: Reformasi Kehutanan Tidak Bisa Ditunda
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa tata kelola hutan adalah urusan kedaulatan negara. Ia menyatakan negara memiliki tiga tugas utama: melindungi, melayani, dan mengatur rakyat, termasuk menjaga keberlanjutan lingkungan.
Prayogi menilai persoalan kehutanan tidak cukup diselesaikan dengan pergantian pejabat, tetapi memerlukan reformasi menyeluruh. Negara harus memastikan tidak ada kepentingan bisnis yang melampaui hak rakyat atas lingkungan yang bersih dan sehat.
Ia menegaskan bahwa hutan adalah amanah Ilahi, bukan alat transaksi kekuasaan.
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56)
Ayat ini, menurut Prayogi, menegaskan bahwa setiap kebijakan kehutanan harus menjaga kelestarian bumi, bukan menambah kerusakan.
Prinsip Partai X: Hutan adalah Hak Rakyat, Negara Wajib Menjaga
Partai X menilai negara harus hadir sebagai penjaga ekosistem, bukan sekadar regulator anggaran. Hutan adalah penopang kehidupan rakyat: sumber air, pangan, dan perlindungan lingkungan.
Prayogi menegaskan bahwa membiarkan kerusakan hutan sama saja dengan mengkhianati amanah rakyat. Ia menekankan hadis Nabi:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa pejabat publik termasuk menteri wajib menjaga amanah hutan dan lingkungan.
Analisis Partai X: Tata Kelola Lemah, Akar Masalah Harus Dibongkar
Partai X menilai kritik DPR menunjukkan adanya ketidakselarasan antara kebijakan dan realitas lapangan:
- Konflik agraria masih tinggi.
- Kerusakan hutan terus berlangsung.
- Pengawasan terhadap korporasi dinilai tidak tegas.
- Masyarakat adat belum sepenuhnya dilindungi.
Prayogi menilai kondisi ini menunjukkan bahwa reformasi kehutanan tidak boleh dipahami sebagai agenda administratif, tetapi sebagai agenda penyelamatan bangsa.
Ia mendesak agar audit menyeluruh dilakukan terhadap perizinan, konsesi, dan kebijakan yang selama ini berpotensi merugikan rakyat.
Solusi Partai X: Reformasi Menyeluruh dalam Kebijakan Kehutanan
Partai X menawarkan lima langkah strategis berbasis dokumen penyembuhan bangsa:
- Musyawarah Kenegarawanan untuk menyusun ulang arah kebijakan kehutanan nasional.
- Pemisahan kepentingan negara dan kepentingan pemerintah, agar kebijakan tidak terjebak kepentingan rezim.
- Transformasi digital perizinan dan pengawasan untuk mencegah manipulasi data dan praktik mafia kehutanan.
- Penguatan hak masyarakat adat dan desa hutan, agar mereka menjadi mitra negara dalam menjaga kawasan.
- Penguatan lembaga pengawasan lingkungan, termasuk peningkatan kapasitas aparat dan penindakan tegas terhadap korporasi perusak hutan.
Prayogi menegaskan bahwa reformasi kehutanan hanya dapat berjalan jika pemerintah memegang nilai keadilan, transparansi, dan keberpihakan pada rakyat.
Penutup: Reformasi Kehutanan adalah Amanah Moral
Partai X menegaskan bahwa desakan DPR agar Raja Juli mundur harus dijadikan momentum untuk memperbaiki fondasi tata kelola hutan.
Prayogi menekankan bahwa Islam telah memberi panduan jelas:
“Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Baqarah: 205)
Negara, katanya, tidak boleh kehilangan arah. Reformasi kehutanan harus dijalankan demi menegakkan amanah rakyat dan memastikan bumi tetap lestari untuk generasi berikutnya.