muslimx.id — Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla menyoroti tantangan struktural ekonomi Indonesia yang dinilai belum mampu keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Ia menegaskan bahwa target Indonesia Emas membutuhkan lompatan ekonomi besar, bukan pertumbuhan semu yang bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam.
Pernyataan tersebut disampaikan Jusuf Kalla dalam sarasehan ekonomi di Universitas Hasanuddin, Makassar, dalam rangka Dies Natalis ke-77 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas.
Jusuf Kalla menjelaskan bahwa pendapatan per kapita Indonesia saat ini masih berada di kisaran 5.000 hingga 15.000 dolar AS. Untuk masuk kategori negara berpendapatan tinggi, pendapatan nasional harus meningkat hingga empat kali lipat dari kondisi sekarang.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi harus bersumber dari sektor produktif dan berkelanjutan. Tanpa perubahan strategi, Indonesia berisiko terus terjebak dalam ketergantungan sumber daya alam.
Insentif Salah Arah, Manufaktur Terpinggirkan
JK mengkritik kebijakan insentif fiskal yang dinilai tidak tepat sasaran. Ia menyoroti tax holiday yang justru banyak diberikan kepada sektor pertambangan.
Padahal, sektor manufaktur memiliki dampak besar terhadap penciptaan lapangan kerja, transfer teknologi, dan penguatan industri nasional. Kebijakan yang berat ke pertambangan dinilai melemahkan daya saing ekonomi rakyat.
Hilirisasi Nikel Belum Berpihak pada Rakyat
Jusuf Kalla menilai kebijakan hilirisasi nikel belum sepenuhnya memberi manfaat bagi rakyat. Industri pengolahan nikel sebagian besar dikuasai pihak asing, sementara keuntungan ekonomi banyak mengalir ke luar negeri.
Di sisi lain, dampak lingkungan dan kerugian fiskal justru ditanggung negara. Pertumbuhan ekonomi di wilayah tambang dinilai bersifat semu karena minim pajak dan menyisakan beban jangka panjang.
Islam Tegaskan Larangan Menguasai Kekayaan Umum
Dalam perspektif Islam, sumber daya alam adalah amanah yang tidak boleh dikuasai segelintir pihak. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang batil.”
(QS. Al-Baqarah: 188)
Ayat ini menegaskan bahwa keuntungan ekonomi yang diperoleh dari kekayaan publik wajib dikelola secara adil dan tidak merugikan masyarakat luas.
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Kaum Muslimin berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.”
(HR. Abu Dawud)
Hadis ini menjadi landasan bahwa sumber daya strategis harus memberi manfaat kolektif, bukan dimonopoli demi keuntungan segelintir pihak.
Partai X: Negara Wajib Tegakkan Keadilan Ekonomi
Menanggapi kritik tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa hilirisasi harus menjadi alat pemerataan kesejahteraan, bukan sekadar alat mengejar angka pertumbuhan.
Ia mengingatkan tugas negara hanya tiga, yakni melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil. Menurutnya, pengelolaan sumber daya alam wajib berpihak kepada kepentingan nasional dan kesejahteraan rakyat.
Prinsip Partai X: SDA untuk Kemakmuran Bersama
Partai X memandang sumber daya alam sebagai amanat konstitusi dan amanah moral. Pengelolaannya harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat, bukan memperkuat ketimpangan.
Negara wajib mengendalikan sektor strategis dan memastikan keuntungan tambang kembali kepada rakyat melalui pendidikan, kesehatan, dan penguatan industri nasional.
Solusi Partai X: Hilirisasi Berdaulat dan Berkeadilan
Partai X mendorong evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan hilirisasi nasional. Insentif fiskal harus diarahkan ke sektor manufaktur padat karya dan industri bernilai tambah.
Kepemilikan nasional dalam industri strategis perlu diperkuat, pengawasan lingkungan diperketat, dan penerimaan negara dari sektor tambang wajib dikelola secara transparan.
Rinto menegaskan bahwa Indonesia Emas hanya dapat dicapai dengan ekonomi berdaulat dan berkeadilan. Tanpa keberpihakan kepada rakyat, hilirisasi justru akan memperpanjang ketimpangan dan menjauh dari nilai keadilan yang diajarkan Islam.