Pajak Digital Naik, Islam Ingatkan Jangan Menekan Rezeki Rakyat

muslimX
By muslimX
3 Min Read

muslimx.id — Kenaikan dan perluasan pajak digital kembali menimbulkan keresahan di kalangan penjual online skala kecil. Di tengah semangat membangun ekonomi digital, kebijakan yang menambah beban justru berisiko menekan rezeki rakyat yang menggantungkan hidup dari ruang digital.

Islam memandang urusan ekonomi bukan sekadar angka penerimaan negara, tetapi terkait langsung dengan keadilan, keberkahan, dan kelangsungan hidup masyarakat.

Al-Qur’an mengingatkan agar kekuasaan tidak digunakan untuk menyulitkan kehidupan manusia. “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (Q.S. al-Baqarah [2]: 185).

Ayat ini menegaskan bahwa kebijakan publik, termasuk pajak, seharusnya memudahkan rakyat mencari nafkah, bukan menambah kesempitan, terlebih bagi pelaku usaha kecil dengan margin terbatas.

Bahaya Kebijakan yang Menekan Pelaku Kecil

Islam mengecam segala bentuk kebijakan yang mematikan usaha rakyat. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak boleh menimbulkan bahaya dan tidak boleh saling membahayakan” (H.R. Ibnu Majah).

Kenaikan pajak digital yang diterapkan secara seragam berpotensi membahayakan UMKM digital. Ketika penjual kecil tertekan, pasar akan dikuasai segelintir pemain besar, dan keadilan ekonomi pun tercederai.

Islam membolehkan negara memungut pajak atau pungutan, tetapi dengan syarat keadilan dan kemaslahatan. Al-Qur’an menegaskan, “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil” (Q.S. al-An’am [6]: 152).

Keadilan dalam konteks pajak berarti memperlakukan pelaku usaha sesuai kemampuan dan skala usahanya. Memukul rata antara UMKM digital dan korporasi besar bertentangan dengan prinsip keadilan Islam.

Negara sebagai Pelindung Rezeki Rakyat

Menanggapi kondisi tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan kembali peran dasar negara. Menurutnya, negara memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.

“Dalam pajak digital, negara tidak boleh hanya hadir sebagai pemungut. Negara harus memastikan kebijakan tidak menekan rezeki rakyat yang sedang berjuang bertahan,” tegas Prayogi.

Ia menilai transformasi digital seharusnya memperluas kesempatan ekonomi, bukan menciptakan ketimpangan baru.

Solusi Berkeadilan dalam Pajak Digital

Agar pajak digital sejalan dengan prinsip keadilan Islam dan kepentingan rakyat, sejumlah solusi perlu ditempuh:

  1. Skema Pajak Berjenjang
    Perlakuan pajak harus dibedakan secara tegas antara UMKM digital dan korporasi besar, sesuai kemampuan masing-masing.
  2. Penyederhanaan Administrasi
    Prosedur pajak bagi penjual online harus sederhana agar tidak menyita waktu dan biaya usaha.
  3. Masa Transisi dan Insentif
    Negara perlu memberi waktu adaptasi dan insentif agar UMKM digital mampu menyesuaikan diri tanpa terguncang.
  4. Pelibatan Pelaku UMKM
    Penjual online harus dilibatkan dalam perumusan kebijakan agar regulasi sesuai realitas lapangan.
  5. Orientasi Kemaslahatan
    Pajak digital harus diarahkan untuk memperkuat ekonomi rakyat, bukan sekadar mengejar target penerimaan.

Islam mengingatkan bahwa keberkahan ekonomi lahir dari keadilan. Rasulullah SAW bersabda, “Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para nabi, orang-orang shiddiq, dan para syuhada” (H.R. Tirmidzi).

Menjaga penjual online berarti menjaga keberkahan ekonomi nasional. Pajak digital seharusnya menjadi alat keadilan sosial, bukan tekanan sepihak yang mengancam rezeki rakyat. Negara wajib hadir sebagai pengatur yang adil, pelayan yang empatik, dan pelindung kehidupan ekonomi masyarakat.

Share This Article