Menteri Keuangan Menghindar, Islam Ajarkan Kejujuran Hadapi Publik

muslimX
By muslimX
3 Min Read

muslimx.id — Sikap Menteri Keuangan yang memilih menghindari pertanyaan wartawan terkait isu sensitif perpajakan kembali memantik sorotan publik. Di tengah tekanan ekonomi dan kewajiban pajak yang kian kompleks, keheningan pejabat negara di depan mikrofon dipandang sebagai simbol terputusnya komunikasi antara negara dan rakyat.

Dalam pandangan Islam, kejujuran dan keterbukaan adalah fondasi kepemimpinan. Menghindari publik bukan solusi, justru berpotensi merusak kepercayaan yang menjadi dasar kepatuhan rakyat.

Kejujuran sebagai Prinsip Kepemimpinan

Al-Qur’an menegaskan kewajiban berkata jujur dan terbuka. “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar” (Q.S. al-Ahzab [33]: 70).

Ayat ini menegaskan bahwa pejabat publik tidak dibenarkan bersembunyi di balik diam. Kejujuran dalam menjelaskan kebijakan adalah bagian dari amanah kekuasaan.

Ketika Transparansi Hilang, Kepercayaan Runtuh

Islam memandang keadilan dan keterbukaan sebagai syarat legitimasi kekuasaan. Al-Qur’an mengingatkan, “Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian. Barang siapa menyembunyikannya, maka sesungguhnya hatinya berdosa” (Q.S. al-Baqarah [2]: 283).

Ketika penjelasan fiskal tidak disampaikan secara terbuka, publik akan menilai ada ketidakadilan. Dalam konteks pajak, hilangnya transparansi berisiko melemahkan kepatuhan rakyat.

Rasulullah SAW menegaskan bahwa pemimpin tidak boleh menjauh dari rakyatnya. “Tidaklah seorang pemimpin menutup pintunya dari rakyat yang membutuhkan, kecuali Allah akan menutup pintu langit darinya pada hari kiamat” (H.R. Tirmidzi).

Hadis ini menjadi peringatan bahwa menghindari dialog publik bukan hanya persoalan etika pemerintahan, tetapi juga persoalan moral dan spiritual.

Pajak sebagai Kontrak Sosial

Menanggapi situasi ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa pajak adalah relasi kepercayaan, bukan sekadar kewajiban administratif. Negara memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.

Menurutnya, menghindari pertanyaan publik bertentangan dengan ketiga tugas tersebut. Ketika kejujuran dan keterbukaan hilang, rakyat akan menjauh, bukan dari negara, tetapi dari kewajiban pajak yang mereka anggap tidak adil.

Solusi Islam untuk Memulihkan Kepercayaan Publik

Agar kebijakan pajak kembali mendapatkan legitimasi moral dan sosial, sejumlah solusi perlu ditempuh:

  1. Komunikasi Publik yang Jujur dan Terbuka
    Pejabat fiskal wajib menjelaskan kebijakan pajak secara lugas, apa adanya, dan mudah dipahami rakyat.
  2. Transparansi Anggaran dan Pajak
    Negara harus membuka data penggunaan pajak secara berkala agar rakyat mengetahui ke mana kontribusi mereka dialokasikan.
  3. Keteladanan Pejabat
    Islam menekankan teladan pemimpin. Beban pajak dan penghematan harus dirasakan adil antara pejabat dan rakyat.
  4. Pelayanan Wajib Pajak yang Humanis
    Sistem pajak harus melayani, bukan menakuti. Pendekatan persuasif lebih sejalan dengan nilai keadilan Islam.
  5. Pengawasan Publik yang Kuat
    Rakyat perlu dilibatkan sebagai pengawas kebijakan fiskal agar tidak terjadi jarak antara negara dan warga.

Islam mengajarkan bahwa kekuasaan adalah amanah, bukan ruang menghindar. Kejujuran di hadapan publik adalah bentuk ibadah dalam mengelola negara.

Ketika pejabat berani terbuka, kepercayaan tumbuh. Ketika kepercayaan hadir, kepatuhan rakyat akan menguat. Negara yang jujur menghadapi publik adalah negara yang menjaga amanah di hadapan manusia dan Allah SWT.

Share This Article