Tetap Gaya Tanpa Lupa Esensi: Hijab Antara Tren dan Kesederhanaan

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id – Hijab bukan sekadar mode berpakaian. Ia adalah simbol keimanan dan identitas muslimah yang kian hari tak lepas dari pengaruh tren dunia fashion. Di tengah derasnya arus perubahan gaya, masih ada segelintir perempuan yang memilih untuk teguh dengan gaya hijab klasik yang tak lekang oleh waktu.

Fida, seorang mahasiswi asal Lembata, Nusa Tenggara Timur, menjadi salah satu contohnya. Selama empat tahun tinggal di Malang, gaya hijab Fida tak pernah berubah: hijab segi empat yang dilipat segitiga, disematkan jarum pentul, dan menjuntai rapi di dada. Berbanding terbalik dengan teman sekosnya, Cintya dari Malang Selatan, yang gemar mengikuti tren hijab masa kini, mulai dari pashmina, bergo instan, turban, hingga hijab ala Inara Rusli.

Di sisi lain, Cintya merasa percaya diri ketika tampil mengikuti tren. Ia memadupadankan hijab dengan outfit of the day (OOTD), menjadikan fashion sebagai bentuk ekspresi diri. Koleksi hijabnya bertumpuk dari tahun ke tahun: pashmina 2019 ala Nissa Sabyan, hijab bergo motif 2020, hingga pashmina instan 2022 yang praktis tanpa jarum.

Fenomena ini menandakan bahwa tren hijab terus bergerak dinamis. Sejak awal kemunculannya di abad ke-7, hijab telah melalui berbagai fase. Dari kerudung sederhana di era 80-an, ciput dan jilbab panjang di 90-an, hijab warna-warni di 2000-an, hingga dominasi warna netral dan earth tone di 2023. Influencer dan media sosial menjadi pemantik utama dalam perkembangan ini.

Namun, dalam pandangan Islam, hijab bukan hanya soal gaya. Hijab memiliki makna spiritual yang mendalam. Allah SWT berfirman:

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (QS. Al-Ahzab: 59)

Hadis Rasulullah SAW juga menegaskan pentingnya hijab dalam menjaga kesopanan:

“Wanita itu aurat, apabila ia keluar rumah, maka setan akan memperindahnya.” (HR. Tirmidzi)

Dengan demikian, hijab tidak hanya menjadi alat perlindungan diri, tetapi juga perwujudan ketaatan pada perintah agama.

Meski Islam tidak melarang wanita untuk tampil menarik, syaratnya adalah tidak melanggar prinsip kesopanan dan tidak tabarruj (berhias berlebihan untuk menarik perhatian). Sejalan dengan hal itu, tren hijab boleh diikuti selama tetap memenuhi syariat: menutupi dada, tidak transparan, tidak ketat, dan tidak menyerupai gaya berpakaian kaum non-Muslim.

Ulama kontemporer seperti Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan:

“Yang penting adalah bahwa hijab itu menutupi seluruh tubuh wanita, tidak menunjukkan bentuk tubuh, tidak tipis, dan tidak berhias untuk menarik perhatian. Kalau terpenuhi syarat ini, tidak mengapa wanita memilih model yang sesuai zamannya.”

Dengan melihat perbedaan Fida dan Cintya, dapat disimpulkan bahwa hijab bisa bersifat fleksibel asalkan esensinya tetap dijaga. Kesederhanaan Fida adalah bentuk istiqamah, sementara ekspresi gaya Cintya bisa menjadi bentuk kreativitas yang tetap dalam batas syariat.

Jadi, pertanyaannya bukan sekadar: apakah kamu tim Fida atau tim Cintya? Tapi sejauh mana kamu memahami bahwa hijab adalah ibadah sebelum menjadi gaya hidup.

Share This Article