muslimx.id – Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal [masukkan tanggal resmi] memutuskan untuk tidak menerima lima gugatan uji formil terhadap Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Putusan ini menegaskan bahwa proses revisi UU tersebut dinilai telah sesuai dengan mekanisme formal yang diatur dalam perundang-undangan Indonesia. Meskipun menuai beragam tanggapan dari masyarakat sipil, keputusan MK ini secara hukum adalah final dan mengikat.
Namun, bagaimana sebenarnya hukum Islam memandang proses legislasi, pengujian undang-undang, dan peran lembaga seperti MK dalam menjaga keadilan dan ketertiban?
Sekilas tentang Uji Formil UU TNI
Uji formil merupakan bentuk pengujian terhadap prosedur pembentukan suatu undang-undang. Dalam kasus revisi UU TNI, gugatan uji formil dilayangkan oleh berbagai pihak yang menilai bahwa proses revisi tersebut tidak melibatkan partisipasi publik yang memadai atau melanggar prinsip-prinsip demokrasi substantif. Namun MK berpendapat bahwa prosedur pembentukan UU sudah memenuhi syarat formal sesuai UUD 1945 dan UU No. 12 Tahun 2011.
Perspektif Hukum Islam terhadap Legislasi dan Keadilan
1. Prinsip Keadilan (‘Adalah)
Islam sangat menekankan keadilan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam penyusunan hukum dan peraturan negara. Dalam QS. An-Nisa: 58, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil…” (QS. An-Nisa: 58)
Dengan demikian, setiap proses legislasi harus menjunjung tinggi prinsip keadilan dan transparansi.
2. Syura (Musyawarah) dan Partisipasi Publik
Dalam Islam, pengambilan keputusan idealnya dilakukan dengan musyawarah sebagaimana firman Allah:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka…”
(QS. Asy-Syura: 38)
Hal ini selaras dengan prinsip demokrasi modern yang mengedepankan partisipasi publik. Kritik terhadap proses legislasi revisi UU TNI bisa jadi berasal dari keinginan publik agar nilai-nilai syura tersebut lebih diterapkan.
3. Kepatuhan pada Ulil Amri
Islam juga memerintahkan untuk taat kepada pemerintah selama tidak memerintahkan maksiat. Firman Allah SWT:
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya), serta ulil amri di antara kamu…” (QS. An-Nisa: 59)
Jika MK sebagai lembaga resmi negara telah menetapkan bahwa proses legislasi sah secara hukum, maka umat Islam dituntut untuk menghormati putusan tersebut—selama tidak mengandung kemungkaran atau kezaliman yang nyata.
Implikasi Etis dari Hukum Islam
Meski keputusan MK bersifat final, Islam tetap membuka ruang bagi evaluasi moral dan etis terhadap suatu kebijakan. Bila suatu undang-undang dikhawatirkan dapat menimbulkan ketidakadilan atau merugikan masyarakat, maka jalan advokasi yang sesuai syariat tetap dapat ditempuh secara damai, seperti menyuarakan aspirasi lewat jalur hukum atau parlemen.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang tidak menerima lima gugatan uji formil revisi UU TNI adalah keputusan yang sah secara konstitusional. Dalam perspektif Islam, selama prosesnya berjalan adil, transparan, dan tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, maka umat wajib menghormatinya. Namun, Islam juga mendorong masyarakat untuk terus berperan aktif dalam mengawal keadilan melalui musyawarah, amar ma’ruf nahi munkar, dan jalur konstitusional.